Kamis (2/1/2020), harga batu bara berjangka ICE Newcastle menguat 1,23% ke level US$ 69,9/ton. Sejak awal September hingga awal tahun 2020, harga batu bara kontrak berjangka bergerak sideways di rentang US$ 66 - US$ 72 per ton.
Harga batu bara saat ini memang belum bisa dikatakan mencerminkan kondisi fundamental yang membaik. Apalagi dalam bulan terakhir tahun 2019, ketika China memberlakukan pembatasan impor batu bara karena telah mengimpor batu bara dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibanding tahun 2018.
Fundamental yang belum baik tercermin dari beberapa indikator. Pertama indeks Capesize yang turun 304 poin ke level 1.646 atau merupakan yang terendah sejak 31 Mei 2019.
Indeks Capesize sendiri merupakan indeks yang mengukur pengiriman komoditas seperti bijih besi dan batu bara menggunakan kapal tanker dengan kapasitas 170.000-180.000 ton. Rata-rata pendapatan harian Capesize pun turun US$ 2.361 ke US$ 11.976.
Kinerja impor dari beberapa negara dengan konsumsi batu bara terbesar di Asia juga masih bisa dibilang belum menunjukkan fundamental yang baik.
Berdasarkan data Refinitiv, impor batu bara China bulanan pada Desember 5,7 juta ton lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara persediaan batu bara di pelabuhan utama China bagian utara yaitu Caofeidian, Qinhuagndao dan Jingtang berada di posisi 14,3 juta ton per 27 Desember lalu. Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 16,67 juta ton.
Beralih ke Jepang dan Korea, impor batu Negeri Sakura dan Negeri Ginseng sejak awal bulan tercatat masing-masing 14,8 juta ton dan 10,3 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2018. Impor batu bara Jepang mencapai 14.9 juta ton dan Korea Selatan mencapai 10,3 juta ton.
Impor batu bara India di bulan Desember tahun ini mencapai 14,5 juta ton, menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 16,1 juta ton. Total persediaan batu bara di berbagai pembangkit listrik di India naik menjadi 31,5 juta ton atau setara dengan 18 hari penggunaan.
Saat ini India sebagai negara dengan konsumsi batu bara terbesar kedua setelah China tengah bergulat dengan kebijakan pemerintah yang mewajibkan adanya instalasi fasilitas pengendali polusi sulfur oksida.
Dari 11 pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara, baru satu yang memiliki fasilitas pengendali polutan tersebut. Sementara sisanya belum. Jika tidak segera melakukan instalasi fasilitas tersebut, maka pemerintah India tak segan untuk menutup unit operasi pembangkit listrik. Pengetatan kebijakan yang pro lingkungan di India menjadi faktor lain yang juga memberatkan harga batu bara di akhir tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
https://ift.tt/36lZ0gu
January 03, 2020 at 05:52PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Awal Tahun Harga Batu Bara Naik 1%, Tanda Kebangkitan?"
Post a Comment