Pada Kamis (2/1/2020), US$ 1 setara dengan Rp 13.865 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,11% dibandingkan dengan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Tahun Baru.
Namun rupiah tetap mesti waspada karena setidaknya ada dua sentimen domestik yang mempengaruhi pergerakannya. Satu, rupiah sudah menguat signifikan sepanjang 2019. Tahun lalu, penguatan rupiah mencapai 3,44% terhadap dolar AS dan menjadi mata uang terbaik ketiga di Asia.
Ini membuat rupiah rentan terserang virus ambil untung (profit taking). Aksi jual terhadap rupiah demi mencari cuan bisa terjadi kapan saja karena penguatan rupiah yang begitu tajam.
Dua, pelaku pasar menantikan rilis data inflasi 2019 yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Desember adalah 0,51% secara month-on-month (MoM). Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 2,93% dan inflasi inti tahunan adalah 3,125%.
Pada Desember, inflasi tahunan sama dengan tahun kalender atau year-to-date. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa inflasi sepanjang 2019 adalah 2,93%. Jika inflasi 2019 benar-benar 2,93%, maka akan lebih lambat ketimbang inflasi tahun sebelumnya yaitu 3,13%. Tidak hanya lebih rendah dibandingkan 2018, tetapi juga menjadi yang terendah sejak 2009 atau 10 tahun terakhir.
Benar saja, rupiah tidak mampu berlama-lama bertahan di jalur hijau. Pada pukul 08:23 WIB, US$ 1 sudah setara dengan Rp 13.880, sama seperti posisi penutupan perdagangan terakhir. Rupiah sudah tidak lagi menguat, meski belum sampai melemah.
https://ift.tt/2MKUpNc
January 02, 2020 at 03:27PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dibuka Menguat, Rupiah Kok Balik Arah?"
Post a Comment