Pada perdagangan hari Jumat, harga minyak mentah WTI kontrak acuan menguat hingga 3,06% ke level US$ 63,05/barel, sementara harga minyak brent kontrak acuan terapresiasi 3,55% ke level US$ 68,6/barel.
Kedepannya, harga minyak mentah dunia berpotensi untuk terus terkerek naik. Pasalnya tensi antar kedua negara semakin memanas.
Trump memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 target sebagai balasan.
Dalam risetnya yang dipublikasikan pada hari Jumat, Eurasia Group mengatakan bahwa memanasnya tensi antara AS dan Iran akan membuat harga minyak mentah bergerak ke kisaran US$ 70/barel dan bertahan di sana.
"Satu hal yang pasti: Iran akan merespons," tulis para analis dari Eurasia Group dalam risetnya, seperti dikutip dari CNBC International.
"Kami memproyeksikan gesekan dalam level moderat hingga rendah untuk berlangsung selama setidaknya satu bulan dan kemungkinan akan terbatas di Irak. Kelompok militer yang dibekingi oleh Iran akan menyerang markas-markas militer AS dan sejumlah tentara AS akan terbunuh; AS akan membalas dengan serangan-serangan di Irak."
Namun, Eurasia Group memproyeksikan bahwa harga minyak mentah bisa melejit hingga ke level US$ 80/barel jika konflik merembet ke ladang minyak di bagian selatan Irak atau jika Iran kian gencar memberikan gangguan terhadap kapal-kapal yang melintas di Timur Tengah.
Seperti yang diketahui, harga minyak mentah dunia sempat melejit pada pertengahan Juni 2019 pasca dua buah kapal tanker yang tengah mengangkut naphta dan metanol diserang di perairan Fujairah, Selat Hormuz. Meskipun tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut, dua kapal tersebut terbakar dan rusak parah.
Sebagai catatan, di sepanjang Desember 2019 harga minyak mentah WTI kontrak acuan telah melejit hingga 10,68%, sementara harga minyak brent kontrak acuan meroket sebesar 5,72%.
Penyebabnya, negara-negara penghasil minyak yang tergabung dalam Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) maupun non-OPEC atau yang seringkali disebut dengan istiah OPEC setuju untuk menambah jumlah pemangkasan produksi sebanyak 500.000 barel per hari mulai tanggal 1 Januari 2020.
Dengan tambahan tersebut, mulai tanggal 1 Januari 2020 jumlah pemangkasan produksi adalah sebanyak 1,7 juta barel per hari.
Ditambah dengan potensi meletusnya perang antara AS dan Iran yang justru dikhawatirkan akan menjadi perang dunia ketiga, harga minyak mentah berpotensi untuk terus mencetak apresiasi di masa depan.
Harga komoditas emas ternyata juga 'ngetril' akibat tersulut kekhawatiran potensi pecahnya Perang Dunia III akibat tewasnya jenderal Iran dalam serangan udara Amerika Serikat ke Bandara Internasional Baghdad (Irak).
Data Refinitiv menunjukkan harga emas di pasar spot global Jumat (3/1/2020) ditutup melambung tinggi hingga di atas level psikologis US$ 1.550 per troy ounce (oz), tepatnya naik US$ 22,55/oz (1,47%) menjadi US 1.551,4/oz dari hari sebelumnya US$ 1.528,85/oz.
Penguatan harga itu turut membuat harga emas kembali ke level tertinggi sejak awal September 2019. Kenaikan harga emas kemarin juga menjadi kenaikan terbesar sejak 23 Agustus 2019.
Harga emas lain yang menjadi acuan yaitu harga kontrak (futures) emas di pasar New York Mercantile Exchange dan New York Commodities Exchange (Comex) pengiriman 26 Februari 2020 juga naik kencang semalam.
Kenaikan emas di pasar Comex mencapai US$ 24,3/oz (1,59%) menjadi US$ 1.552,4/oz dari US$ 1.528/oz hari sebelumnya.
Kenaikan harga emas tersebut dapat mencerminkan meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar keuangan dunia seiring dengan potensi memanasnya kawasan Timur Tengah. Cemasnya pasar juga disebabkan potensi tindakan balasan yang lebih sporadis dan tidak terstruktur dari Iran terhadap pasukan dan kepentingan AS dan sekutunya seperti Arab Saudi.
Belum lagi, hal itu dapat memancing negara-negara musuh politik AS untuk bersatu dan menyebabkan adanya kubu tandingan dalam bidang politik dan militer dari negara adikuasa tersebut.
Untuk berjaga-jaga dari serangan balasan Irak dan milisi-milisi yang didukung pemerintahan Hassan Rouhani, Pemimpin Agung Iran.
Untuk sepekan, harga emas spot sudah naik US$ 40,99/oz (2,71%) dari US$ 1.510,41/oz pada 27 Desember 2019, sedangkan harga futures emas Comex sudah naik US$ 33,3/oz (2,19%) pada periode yang sama.
Setidaknya ada tiga institusi finansial ternama yang memprediksi harga emas dunia akan mencapai US$ 1.600/troy ons di tahun ini. Melihat posisi hari ini, target tersebut sudah dalam jangkauan emas, bahkan berpotensi dicapai dalam waktu dekat.
Tiga institusi yang memprediksi harga emas ke US$ 1.600/troy ons di tahun ini adalah Goldman Sachs, UBS, dan Citigroup.
Analis Goldman Sachs, Mikhail Sprogis, memberikan alasannya ketika perekonomian global bangkit, maka mata uang utama lain juga akan menguat melawan dolar AS. Mata uang emerging market di Asia juga diprediksi menguat melawan greenback.
Harga emas dibanderol dengan dolar AS, ketika mata uang Paman Sam ini melemah maka harga emas akan menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain sehingga permintaan bisa meningkat.
UBS Group AG juga memprediksi emas mencapai level yang belum pernah disentuh sejak Mei 2013 itu. UBS melihat Pemilihan Umum (Pemilu) AS pada tahun 2020 bisa memicu volatilitas emas.
Sementara Direktur Citigroup Akash Doshi mengatakan emas bisa mencapai US$ 1.600/troy ons melihat peluang bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga di tahun depan kecil, pertumbuhan ekonomi global masih akan menurun, inflasi masih lemah dan perang dagang sepertinya masih akan berlangsung
(hps/hps)
https://ift.tt/2uecqNt
January 06, 2020 at 01:57PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "World War III, Minyak ke US$ 80/barel dan Emas ke US$ 1.600/Oz"
Post a Comment