Search

'Ada yang Lebih Mengerikan dari Sekadar Defisit Migas'

Jakarta, CNBC Indonesia - Sudah bukan rahasia lagi jika defisit neraca perdagangan tahun 2018 menjadi yang terparah, dalam kurun waktu lebih dari 40 tahun.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengumumkan kalau defisit neraca perdagangan tahun 2018 mencapai US$ 8,57 miliar, Selasa (15/1/2019).

Suhariyanto juga mengungkapkan kalau penyebab utama defisit neraca perdagangan ialah sektor migas. Menurutnya, selama ini neraca perdagangan tertolong oleh sektor non migas yang surplus, sehingga mampu menutup defisit migas. Namun karena defisit migas tahun 2018 cukup besar, membuat surplus non migas tak mampu menolong lagi.

Pernyataan Suhariyanto menuai kontra dari Ekonom Faisal Basri. Dalam Twitter pribadinya, Faisal Basri membagi link tulisannya, yang membahas defisit neraca perdagangan dan penyebabnya.

Faisal menjelaskan kalau defisit neraca perdagangan yang terparah sejak tahun 1975 ini, bukan semata-mata karena sektor migas, melainkan merosotnya surplus non migas.

"Jika kita telusuri lebih seksama, penyebab utama lonjakan defisit perdagangan ternyata adalah kemerosotan tajam transaksi perdagangan nonmigas. Tak tanggung-tanggung, surplus perdagangan nonmigas anjok sebesar 81,4%, dari US$ 20,4 miliar tahun 2017 menjadi hanya US$ 3,8 miliar tahun 2018," demikian isi tulisan Faisal Basri, Rabu (16/1/2019).

Dan kemerosotan sektor nonmigas bukan karena penurunan ekspor, karena di tahun 2018 ekspor tumbuh 6,7% dibanding tahun sebelumnya. Penyebabnya justru karena pertumbuhan impor yang melesat jauh dibanding pertumbuhan ekspor.

"Tak dinyana, impor meningkat jauh lebih pesat sebesar 20,2% atau tiga kali lipat dari pertumbuhan ekspor. Tidak hanya impor migas yang melonjak, melainkan juga impor nonmigas. Perbedaannya relatif tipis, masing-masing 22,6% untuk migas dan 19,7% untuk nonmigas."

Mengapa impor bisa tumbuh tinggi? Jawaban dari pertanyaan tersebut menurut Faisal Basri terletak pada pembangunan infrastruktur. Menurut Faisal, pemerintah terlalu fokus membangun infrastruktur yang hasilnya baru bisa dinikmati bertahun-tahun ke depan. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi yang stuck di kisaran 5%.

"Oleh karena itu, niscaya ada penyebab khusus yang mengakibatkan lonjakan impor tahun lalu: gencarnya pembangunan infrastruktur yang memang membutuhkan alat berat dan bahan baku tertentu, yang diimpor."

"Pembangunan infrastruktur fisik berupa jalan tol, jembatan, LRT, MRT, bandara, kereta bandara, dan bendungan tentu saja membutuhkan banyak sekali besi/baja."

Lebih dalam lagi, Faisal mengatakan kalau pemerintah memberi perlakuan khusus agar impor barang-barang tersebut bisa "mengalir lancar" ke Indonesia. Misalnya saja terbitnya Permendag Nomor 22 Tahun 2018 tentang ketentuan impor baja yang menghapuskan syarat rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian dan memindahkan pengawasan beji atau baja keluar kepabeanan.

"Ketentuan itu ibarat "jalan tol" bagi impor besi/baja, memuluskan arus masuk baja impor-termasuk yang berkualitas rendah-sehingga mengakibatkan masalah level of playing field bagi produsen baja domestik," tandasnya.

'Ada yang Lebih Mengerikan dari Sekadar Defisit Migas'Foto: Infografis/defisit migas ri BENGKAK 44% sepanjang 2018/Arie Pratama

(dru)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2Ry8bY7
January 16, 2019 at 07:06PM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "'Ada yang Lebih Mengerikan dari Sekadar Defisit Migas'"

Post a Comment

Powered by Blogger.