"Dengan adanya aturan ini masyarakat teredukasi untuk layanan yang tidak perlu maka mereka tidak perlu mereka dapatkan layanan tersebut," ujar Budi Muhammad Arief di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jumat (18/1/2019).
Budi Muhammad menjelaskan adanya aturan ini akan membuat penurunan jumlah penyalahgunaan layanan. Saat ini manajemen sedang melakukan perhitungan soal potensi penurunan penyalahgunaan layanan dan dampaknya bagi keuangan BPJS Kesehatan.
"Apakah ini upaya kurangi defisit? Tidak seperti itu. Tujuan ya lebih kepada kualitas ketersediaan layanan yang baik," jelas Budi.
Dalam aturan baru ini, layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan dibatasi biaya kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B sebesar Rp 20 ribu untuk satu kali kunjungan. Untuk rumah sakit kelas C, D dan klinik utama Rp 10 ribu.
Aturan ini juga membatasi jumlah biaya paling tinggi untuk kunjungan rawat jalan sebesar Rp 350 ribu untuk maksimal 20 kali kunjungan dalam jangka waktu 3 bulan.
Untuk rawat inap, biaya yang ditanggung peserta dari layanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan sebesar 10% dari total biaya.
![]() |
Kemenkes juga membatasi berasnya biaya yang ditanggung peserta rawat jalan sebesar 10% dari biaya yang dihitung dari total tarif Sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) atau tarif layanan kesehatan yang dipatok pemerintah atau paling tinggi Rp 30 juta.
Dalam aturan ini, rumah sakit diwajibkan untuk memberitahukan dan mendapat persetujuan dari peserta BPJS Kesehatan tentang kesediaan menanggung selisih biaya. Aturan ini tidak berlaku untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah.
(roy/miq)
http://bit.ly/2FxhTn7
January 18, 2019 at 06:23PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Layanan BPJS Kesehatan tak Lagi Gratis 100%, Atasi Defisit?"
Post a Comment