Beleid itu mewajibkan penggunaan kapal dan asuransi nasional dalam ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) serta impor beras dan pengadaan barang pemerintah.
Penggunaan asuransi nasional akan diterapkan pada 1 Februari 2019, sekaligus pelaksanaan pilot project-nya. Adapun implementasi penggunaan angkutan laut nasional masih dalam tahap penyusunan petunjuk teknis dan direncanakan pada 1 Mei 2020 mendatang.
Walau belum berlaku penuh, sejumlah negara asing khawatir Permendag Nomor 82 Tahun 2018 akan membatasi atau menghambat penggunaan asing dalam kegiatan ekspor-impor.
Untuk itu, perwakilan Consultative Shipping Group (CSG), di antaranya Duta Besar (Dubes) Denmark untuk Indonesia Rasmus Abildgaard Kristensen selaku Ketua CSG, Dubes Finlandia Jari Sinkari, dan Dubes Norwegia Vegard Kaale menemui Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan, Senin (21/1/2019).
Pertemuan itu juga dihadiri beberapa perwakilan kedutaan negara yang tergabung dalam CSG, seperti Spanyol, Selandia Baru, Jepang, dan Komisi Uni Eropa selaku observer pada CSG.
Foto: Ist
|
Kepada Oke, CSG menyampaikan kekhawatiran mereka bahwa Permendag ini berpotensi menghambat perdagangan jasa angkutan laut asing di Tanah Air serta komitmen RI dalam berbagai perjanjian dagang internasional dan bilateral, termasuk menjaga harga logistik transportasi dan asuransi.
Secara khusus, CSG mempertanyakan kepatuhan RI pada ketentuan GATTs dan GATS WTO terkait Permendag ini serta komitmen RI dalam perjanjian perdagangan internasional, seperti Indonesia-EFTA CEPA (IE CEPA), Indonesia-Japan EPA (IJEPA), serta perundingan Indonesia-European Union CEPA yang masih berlangsung.
"Para dubes juga menyampaikan hal yang menjadi perhatian CSG, yaitu kapasitas RI dalam industri dan perdagangan yang berkaitan dengan jasa angkutan laut asing di Indonesia serta strategi Indonesia dalam menjaga ketersediaan pasokan produk ekspor dan impor tersebut di pasar global," jelas Oke, seperti dikutip dari siaran pers, Senin (21/1/2019).
Oke mengatakan, Indonesia memahami beberapa kekhawatiran CSG. Dia menekankan bahwa Indonesia tidak akan menghambat, serta terbuka bagi perusahaan-perusahaan asuransi dan angkatan laut asing yang ingin berinvestasi dan berkolaborasi dengan perusahaan lokal.
Lebih lanjut, Oke menjelaskan penetapan regulasi ini telah dilakukan dengan penuh pertimbangan, antara lain kondisi ekonomi global yang sulit serta terjadinya defisit neraca perdagangan pada sektor jasa.
Kebijakan asuransi dan angkutan laut nasional juga mendukung rencana penguatan perdagangan dan industri jasa asuransi dan laut.
"Saat ini tercatat nilai kegiatan logistik di Indonesia mencapai Rp 2.400 triliun, dengan perdagangan dan industri sektor transportasi laut maupun asuransi domestik hanya memegang porsi kurang dari 1 persen," jelasnya.
Direktur Fasilitasi Ekspor dan Impor Kemendag, Olvy Andrianita menambahkan, RI tidak akan membatasi dan menghambat perusahaan asing untuk terlibat dalam perdagangan. RI bahkan berkeinginan belajar dan memperkuat kompetensi angkutan laut nasional dari negara-negara anggota CSG sebagai pemimpin industri angkutan laut di pasar global.
"Satu hal penting yang perlu digarisbawahi, RI tidak akan menjadikan kebijakan itu sebagai hambatan perdagangan untuk kegiatan ekspor. Bersama negara-negara CSG, Indonesia akan mengawal pasokan ekspor batubara dan sawit dapat berjalan tepat waktu dan berkesinambungan, juga untuk beras," kata Olvy.
[Gambas:Video CNBC] (miq/miq)
http://bit.ly/2FOF3Va
January 21, 2019 at 09:07PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Asing Khawatir Bisnis Jasa Angkutan Laut di RI Terganggu"
Post a Comment