Adapun minyak jenis lightsweet (WTI) kontak Februari 2019 menguat tipis 0,38% ke posisi US$ 52,86/barel setelah anjlok sebesar 2,29% pada penutupan perdagangan sebelumya.
Secara mingguan, harga minyak menguat sekitar 0,5% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun 2019 harga emas hitam ini sudah naik sekitar 12 %.
Beberapa faktor yang dapat membebani harga komoditas ini antara lain:
Pengurangan produksi minyak Rusia jauh di bawah ekspektasi pasar, di mana pada Januari produksinya hanya berkurang 30.000 barel/hari. Padahal pada 3 bulan awal 2019 Negeri beruang Merah sepakat untuk mengurangi produksi sebanyak 230.000 barel/hari.
"Rusia tidak mengurangi produksi pada tingkatan keseriusan yang sama dengan Arab Saudi," ujar Robert Yawger, Direktur Kontrak Berjangka Energi Mizuho di New York, mengutip Reuters.
Selain itu Energy Information Administration (EIA) pada dini hari tadi memprediksi produksi minyak serpih (shale) akan meningkat 63.000 barel/hari pada Februari menjadi 8,17 juta barel/hari.
Meskipun demikian, masih ada sentimen positif baru yang dapat memberi sokongan terhadap harga minyak.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh DNV GL, 70% senior eksekutif industri energi berencana untuk mempertahankan atau meningkatkan belanja modal pada tahun ini. Hal tersebut dinilai positif oleh pasar, karena meskipun kekhawatiran akan penurunan permintaan minyak membayangi, pelaku industri masih optimis akan prospek bisnis jangka panjang.
TIM RISET CNBC INDOENSIA
(taa/tas)
http://bit.ly/2sFCayb
January 23, 2019 at 03:35PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Rusia Ingkar Janji, Harga Minyak Dunia Amblas"
Post a Comment