
Dalam gelaran Pertamina Energy Forum 2018, di Jakarta, Kamis (29/11/2018), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menyebutkan, dalam setahun impor LPG kira-kira sebesar US$ 3 miliar atau setara Rp 5 triliun. Hal ini membuat Jonan ingin kebut gasifikasi batu bara.
"Impor LPG kita itu setahun kira-kira US$3 miliar dolar setara Rp 5 triliun, ini besar. Jadi, kalau perlu mungkin akan kami mandatkan gasifikasi batu bara dengan satu dan lain cara," ujar Jonan.
Badan Pusat Statistik (BPS), pada Oktober 2018, tercatat volume impor LPG sebesar 460,03 ribu ton, jumlah ini meningkat dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 412,36 ribu ton.
Sedangkan dari segi nilai, impor LPG pada Oktober 2018 menghabiskan US$ 304,07 juta, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 239,58 juta.
Adapun, secara kumulatif, sepanjang Januari-Oktober 2018, tercatat volume impor LPG sudah sebesar 4,55 juta ton, naik dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,49 juta ton. Otomatis, hal ini juga membuat nilai impor LPG secara kumulatif melonjak, dari US$ 2,13 miliar pada Januari-Oktober 2018, menjadi US$ 2,54 miliar.
Impor LPG yang tinggi disebabkan konsumsi LPG Indonesia yang kini mencapai di atas 7 juta ton, dari situ 70% adalah impor. Sehingga, mau tidak mau, impor memang harus dilakukan.
Produksi gas Indonesia sebenarnya cukup tinggi, yakni mencapai 1,2 juta barel setara minyak per hari (BOEPD). Jika jumlah ini dikonversi menjadi LPG, sebenarnya masih bisa mencukupi konsumsi domestik. Masalahnya, karakteristik gas yang diproduksi oleh Indonesia tidak serta merta dapat dikonversi menjadi LPG.
Jonan menuturkan, memang hal itu sulit. Ia menjelaskan, banyak dari sumur-sumur gas Indonesia disebut gas kering (lean gas), komponen C3-C4 tipis sehingga tidak bisa membuat LPG.
Untuk itu, Jonan sampai mengumpulkan perusahaan batu bara untuk bicara tentang percepatan gasifikasi batu bara. Apalagi, menurut Jonan, jika gasifikasi batu bara serius dikerjakan, sebenarnya tidak memakan waktu lama, paling tidak 2-3 tahun.
"Orang bilang ribet memang, mesti ganti sekian komponen tungku tapi ya harus dilakukan. Kalau impor terus ya diketawain sih kita," tutur Jonan.
(gus)http://bit.ly/2UfKIaK
January 25, 2019 at 09:33PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Punya Gas Melimpah, Kenapa RI Harus Impor LPG?"
Post a Comment