Search

Tak Kuat Lawan 'Hantu', Harga Minyak Sampai Melorot

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia pada siang hari ini (22/1/2019), masih betah bermain di zona merah. 

Hingga pukul 15:00 WIB, harga minyak Brent kontrak Maret 2019 turun 0,91% ke posisi US$62,17/barel setelah menguat tipis 0,06% kemarin (21/1/2019).

Sedangkan minyak jenis lightsweet (WTI) kontak Februari 2019 melemah 0,84% ke posisi US$53,35 setelah naik tipis sebesar 0,07% pada penutupan perdagangan sebelumya.



Secara mingguan, harga minyak menguat sekitar 2,9% secara point-to-point, sedangkan sejak awal tahun 2019 harga emas hitam ini sudah naik sekitar 17 %.

Makin jelasnya wujud 'hantu' perlambatan ekonomi dunia yang terus membayangi, menjadi dalang pelemahan harga minyak hari ini.

Setlah kemarin China mengumumkan pertumbuhan ekonomi yang paling lambat sejak 1990, kini giliran buntut-buntutnya yang kena. Meng Wei, juru bicara National Development and Reform Commission (NDRC) China memberi peringatan akan terjadinya 'perubahan baru' terkait pasar tenaga kerja akibat melambatnya perekonomian Negeri Tirai Bambu.

Hasil survei tingkat pengangguran China memperlihatkan peningkatan jumlah pengangguran pada periode Desember. Sebagai informasi angka tingkat pengangguran China periode Desember 2018 meningkat 0,1% menjadi 4,9% dari yang sebelumnya sebesar 4,8% di bulan November 2018.

Meningkatnya pengangguran China menjadi sinyal bahwa permintaan konsumsi dalam negeri akan berkurang, yang membuat sektor industri juga akan melambat. 

Sinyal-sinyal perlambatan ekonomi dunia juga makin menyebar ke penjuru dunia. Kali ini korbannya adalah Korea Selatan, dimana hari ini merilis angka pertumbuhan ekonomi yang paling lambat dalam 6 tahun, yaitu hanya sebesar 2,7%.

Ditambah lagi, menjelang pertemuan para pemimpin dunia dan CEO dalam rangkaian World Economic Forum (WEF) hari Senin (21/1/2019), Dana Moneter Internasional (IMF) kembali menurunkan angka prediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2019 dan 2020.

Berdasarkan kabar yang dilansir dari Reuters, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2019 akan hanya berada di posisi 3,5% yang mana turun 0,2% dari angka prediksi pada Oktober lalu. Sedangkan prediksi tahun 2020 juga turun 0,1% menjadi 3,6%.

Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi di Zona Euro diproyeksikan melambat dari 1,8% menjadi 1,6% pada 2019 atau lebih rendah 0,3% dibandingkan proyeksi IMF tiga bulan lalu. Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang tahun ini diprediksi sebesar 4,5% atau turun 0,2% dibandingkan proyeksi sebelumnya.

"Setelah dua tahun tumbuh dengan pesat, perekonomian dunia sekarang tumbuh lebih lambat dari yang diprediksi, dengan begitu risiko juga meningkat," ujar Direktur Manager IMF, Christine Lagarde pada hari Senin, mengutip Reuters.

Melambatnya perekonomian dunia memberikan tekanan pada harga minyak. Pasalnya saat ekonomi melambat, permintaan energi yang salah satunya berasal dari minyak juga akan berkurang. Berkurangnya permintaan di saat pasokan minyak melimpah akan membuat harga minyak akan turun.

Untungnya, sentimen positif juga masih kuat. Kemarin, meski China mengumumkan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 (paling lambat sejak 1990), namun kenyataannya output produksi kilang pengolahan minyaknya tumbuh 6,8% menjadi 12,1 juta barel/hari.

Selain itu rencana pemangkasan produksi minyak Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak bersama sekutunya (OPEC+) juga turut memberi dorongan untuk harga minyak.

Pada akhir pekan lalu (18/1/2019) OPEC merilis data yang merinci aktivitas pengurangan pasokan minyak anggotanya dan juga produsen utama lainnya untuk membuat pasar semakin optimis akan keseimbangan fundamental minyak dunia.

Mengitup Reuters, rilis data ini menyusul desakan dari Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo.

"Industri minyak tidak bertahan bila harga turun lagi," ujar Barkindo kepada  pada hari Kamis (17/1/2019)

Pada paruh pertama 2019, OPEC+ akan memangkas produksi minyak sebesar 1,196 juta barel/hari menjadi 43,87 juta barel/hari. Selain itu, pertemuan lanjutan juga dijadwalkan pada 17-18 April 2019 mendatang di Wina untuk memutuskan perpanjangan kesepakatan tersebut (pemotongan produksi) setelah Juni 2019.

Pasar menaruh optimisme yang besar pada rencana OPEC+ tersebut. Sebab pada Desember 2018 (sebelum jadwal pengurangan produksi) OPEC sudah mengurangi pasokan minyaknya sebesar 751.000 barel/hari. Ini berarti OPEC sudah curi start, untuk membuat pelaku pasar tenang.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/gus)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2CAR2m5
January 22, 2019 at 10:40PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Tak Kuat Lawan 'Hantu', Harga Minyak Sampai Melorot"

Post a Comment

Powered by Blogger.