Search

Setumpuk Sanksi, Ini Penjelasan Lengkap Garuda Indonesia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kembali merespons hasil audit pemeriksaan laporan keuangan perseroan tahun 2018 yang disampaikan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Manajemen menegaskan akan menjalankan keputusan dari Kemenkeu dan OJK.

"Kami berkomitmen menindaklanjuti dan menjalankan keputusan regulator sebaik baiknya," kata I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, Direktur Utama Garuda Indonesia dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (30/6/2019).

Pria yang akrab disapa Ari Askhara itu didampingi oleh para direksi dan komisaris Garuda lainnya, termasuk Deputi Jasa Keuangan, Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo.

Penjelasan Lengkap Bos Garuda Usai Dapat Setumpuk Sanksi Foto: I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, dan para komisaris menggelar konpers di Gedung Garuda, Jalan Merdeka Selatan. (Muhammad Choirul)

Ia juga mengatakan terus berkomunikasi dengan regulator sehingga setiap tindakan sesuai dengan keputusan regulator. Pihak manajemen juga akan berjanji menuntaskan segala keputusan Kemenkeu dan OJK dalam 14 hari, termasuk soal sanksi denda dan perbaikan laporan keuangan atau penyajian kembali (restatement).

Dalam sanksi yang diberikan Kemenkeu, OJK, dan Bursa Efek Indonesia (BEI), Garuda diharuskan memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan tahunan (LKT) 2018 serta melakukan paparan publik (public expose) atas perbaikan dan penyajian kembali LKT 2019 yang dimaksud paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi.


"Denda akan memenuhi, dalam 14 hari akan kita penuhi termasuk soal keterbukaan informasi," katanya.

Dia mengatakan, setumpuk sanksi yang didapat Garuda Indonesia akibat 'memoles' laporan keuangan tahun 2018 ini tidak terlalu berpengaruh terhadap performa perseroan.

"Performa atau kinerja Garuda sendiri sebenarnya enggak terlalu terpengaruh karena kinerja 2019 ini sudah membaik," ungkap Ari.

Dia menyebut, koreksi yang diminta OJK juga tidak menimbulkan perubahan pada cash out. Kendati demikian, Ari Askhara tidak memungkiri adanya penurunan harga saham Garuda Indonesia di BEI sejak otoritas terkait merilis sanksi.

"Saham turun sekitar 7% itu adalah individual. Sedangkan pemegang saham besar melihat masih baik. Mereka masih memegang saham Garuda," paparnya.

Karena itu, dia juga menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga posisi Garuda Indonesia sampai pada pencapaian seperti sekarang. Para pihak yang dimaksud meliputi seluruh karyawan, Serikat Karyawan, APG (Asosiasi Pilot Garuda), IKAGI (Ikatan Awak Kabin Garuda), Dewan Komisaris.

"Khususnya kepada pemegang saham dwi-warna Kementerian BUMN dan PT Trans Airways Indonesia [pemegang saham]," lanjutnya.

Terkait hal ini, Ari mengklaim telah mendapatkan komitmen dukungan dari dua pemegang saham besar tersebut.

"Saya sudah mendapatkan telepon langsung dari Trans Airways Indonesia mereka masih support, jadi Kementerian BUMN dan Trans masih dukung, mereka full support," tandasnya.

Garuda Indonesia memang secara mengejutkan mencatatkan kinerja cemerlang pada 2018. Bukan hanya mampu memangkas kerugian dibandingkan tahun sebelumnya, tapi perusahaan justru mencetak laba bersih US$ 809,84 ribu atau Rp 11,33 miliar (Rp14.000/US$).

Namun, rupanya untung itu didapat dari hasil 'polesan'. Kejanggalan pada laporan keuangan ini bermula dari perolehan laba bersih tahun 2018 yang diselamatkan dari satu perjanjian kerja sama dengan dengan PT Mahata Aero Teknologi (MAT) bernilai US$ 239,94 juta atau setara Rp 3,41 triliun (kurs Rp 14.200/US$).

Jika tidak ada pencatatan perolehan pemasukan dari perjanjian tersebut, perusahaan semestinya merugi. Sebab, total beban usaha yang dibukukan perusahaan tahun lalu mencapai US$ 4,58 miliar di mana US$ 206,08 juta lebih besar dibandingkan total pendapatan tahun 2018.

Atas kejanggalan ini, Garuda akan melakukan penyajian kembali. Ari Askhara tidak menjelaskan secara detail mengenai laporan keuangan yang akan disajikan kembali. Hanya saja dia menegaskan bahwa akan ada perubahan dari laporan yang sudah disajikan sebelumnya.

"Dengan adanya penyajian kembali kami, nanti tentunya akan berubah. Memang kita sedang menyampaikan, bahwa bila pun itu disajikan kembali, tidak ada rasio-rasio yang dilanggar, khususnya untuk di debt to equity ratio-nya 2,5%. Itu di bawah 2,5%," paparnya.

Di sisi lain, Ari Askhara mengaku, tidak menutup kemungkinan Garuda akan 'menceraikan' Mahata.

"Soal Mahata, kita akan ikuti apa yang jadi arahan regulator (OJK dan BEI), sehingga nanti kita tetapkan dalam 14 hari ke depan posisi dari Mahata itu," urainya.

Pada 31 Oktober 2018, Grup Garuda Indonesia, termasuk Sriwijaya Air, mengadakan perjanjian kerja sama dengan Mahata terkait penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan (wi-fi on board) dan hiburan dalam pesawat.

Atas perjanjian tersebut Mahata bersedia membayar biaya kompensasi senilai US$ 239,94 juta untuk hak pemasangan peralatan konektivitas pada 203 pesawat dan layanan hiburan pada 99 pesawat.

Alhasil, GIAA mencatat keuntungan sebesar US$ 809.846 atau setara Rp 11,49 miliar (Kurs Rp 14.200/US$) dari yang sebelumnya rugi US$ 216,58 juta (Rp 3,07 triliun) pada 2017. Pencapaian tersebut sejatinya tidak seiring dengan kinerja top line (pendapatan) perusahaan yang hanya tumbuh tipis 4,69% year-on-year (YoY) menjadi US$ 4,37 miliar dibanding periode sebelumnya.

Ari Askhara menjelaskan, sejauh ini Garuda Indonesia sudah menerima pembayaran dari Mahata senilai US$ 160.000. Selanjutnya, Mahata juga sudah menyampaikan surat komitmen pembayaran sebesar US$ 30 juta pada 30 Juli 2019.

"Sudah ada surat komitmen dan jaminan pembayaran. Kita akan review posisi kontraknya sesuai arahan OJK," tambah pria berdarah Bali itu.

Meski nasib Mahata masih dipertimbangkan, namun Garuda Indonesia menegaskan terus akan mengembangkan layanan konektivitas dan hiburan di dalam pesawat.

"Di revenue, inflight connectivity ini hanya satu pendapatan. Di pertengahan Juli kita juga akan sediakan book your meal. Itu bisa pesan makanan sendiri di pesawat terbang begitu juga di business class. Mau Starbucks, kue tart dari Union, itu bisa kita introduced," jelasnya.

Dia menilai, hal ini memang tergolong baru di dunia penerbangan. Namun, layanan tersebut dapat menjadi pemasukan tersendiri bagi perusahaan, selain mengandalkan penjualan tiket dan kargo.

(tas/tas)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2RKRhCo
July 01, 2019 at 03:52PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Setumpuk Sanksi, Ini Penjelasan Lengkap Garuda Indonesia!"

Post a Comment

Powered by Blogger.