
Walau Trump mencoba menenangkan suasana, tetapi tidak mampu menutup kekhawatiran pasar bahwa situasi bisa memanas kapan saja. AS dan sekutunya terus memojokkan Iran, menuduh Teheran sebagai pelaku serangan atas dua kapal kargo di Selat Hormuz beberapa waktu lalu serta sejumlah aksi lainnya. Apalagi Iran juga agak panas karena menilai wilayah udaranya telah dimasuki benda asing yang bisa mengancam keamanan nasional. "Wilayah udara kami adalah batas yang sangat penting, dan Iran akan selalu merespons dengan kuat kepada setiap negara yang melanggarnya," tegas Ali Shamkhani, Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Iran, mengutip Reuters. Ketegangan di Timur Tengah (jika terus tereskalasi) dikhawatirkan akan mengganggu produksi dan pasokan minyak ke pasar global. Maklum, Timur Tengah adalah kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Jika harga minyak naik dalam jangka panjang, maka dampaknya bisa negatif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan harga minyak akan membuat biaya impor komoditas ini membengkak, dan semakin membebani transaksi berjalan (current account). Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi nilai tukar mata uang, karena mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Kalau transaksi berjalan masih bermasalah, rupiah akan dibayangi risiko pelemahan.
Baca:
Suku Bunga Global Kondusif, Tapi Cermati Harga Minyak
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)http://bit.ly/2RxrLAw
June 21, 2019 at 03:46PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Timur Tengah Menegang, Harga Minyak Masih 'Terbang'"
Post a Comment