Setelah genap sepekan terkoreksi, sejak 11 Januari hingga 18 Januari pekan lalu, harga surat utang negara (SUN) menunjukkan warna hijaunya.
Koreksi harga tersebut tercermin dari kenaikan tingkat imbal hasil (yield) seri acuan di pasar sekunder. Yield seri 10 tahun, sebagai seri paling dicermati pasar, terus naik beruntun dari 7,96% pada 11 Januari hingga 8,08% pada Jumat pekan lalu.
Sebenarnya belum ada alasan jelas atas penguatan harga SUN kali ini, tapi korelasi yang paling dekat adalah nilai tukar rupiah yang masih terkoreksi.</span>
Pergerakan harga SUN di pasar tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder.
Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Alasan paling masuk akal atas kondisi harga SUN kali ini bisa berarti rehat sejenak, atau istilah sok kerennya pembalikan arah menjadi menguat setelah turun dalam beberapa hari terakhir (technical rebound).
Tak hanya penguatan hari ini yang penjelasannya kurang sreg, karena pelemahan sepekan lalu juga menuai pertanyaan lebih lanjut, apalagi koreksi justru dibarengi dengan rekor tertinggi kepemilikan investor asing di instrumen negara tersebut.
Rekor tertinggi kepemilikan asing tersebut kembali tembus Rp 904,74 triliun (37,44% dari total beredar Rp 2.368,45 triliun) pada 17 Januari, meski porsi persentasenya masih lebih rendah dari posisi akhir Desember 37,71% (senilai Rp 893,25 triliun dari Rp 2.416,31 triliun).
Setelah ditelisik dari angka kepemilikan dan angka beredar tersebut, sumber CNBC Indonesia dari pelaku pasar menyatakan ada kekhawatiran terkait dengan strategi front loading atau menerbitkan surat utang yang besar di awal periode oleh pemerintah.
Dia mencermati bahwa pemerintah terlalu banyak menerbitkan obligasi di awal tahun ini dan cenderung tergesa-gesa sehingga mencerminkan pemerintah menghindari risiko besar pada tengah tahun atau semester II-2019.
Dari sisi lelang, pemerintah menerbitkan Rp 28,25 triliun dalam lelang perdana 4 Januari dan Rp 27,75 triliun pada lelang 16 Januari serta Rp 8,65 triliun untuk SBSN. Adapun pada 2018 nilai penerbitannya adalah SUN Rp 25,5 triliun dan Rp 25,5 triliun serta SBSN Rp 13 triliun.
Dari selisih jumlah beredar Desember 2018 Rp 2.368 triliun dan posisi 17 Januari Rp 2.416 triliun, ada penambahan jumlah SBN beredar yang diterbitkan pemerintah sebesar Rp 47,86 triliun. Angka itu hampir 2,5 kali lipat dari posisi serupa pada periode yang sama tahun lalu yaitu hanya Rp 19,83 triliun.
Padahal, jumlah penerbitan dalam lelang SUN dan surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) hingga 16 Januari tahun ini Rp 64,65 triliun, sama dengan tahun lalu Rp 64 triliun.
Seorang pelaku pasar lain justru memperhatikan bahwa jumlah permintaan yang minim dalam ketiga lelang terakhir menunjukkan sebetulnya ketakutan investor global sudah tercermin.
Dalam dua lelang SUN dan satu kali lelang SBSN, pemerintah menerima jumlah permintaan Rp 128,75 triliun, hanya 0,67% di bawah minat periode yang sama 2018 Rp 190,95 triliun.
Alasan lain yang baru disadari adalah kenaikan yield SBN 10 tahun ternyata mengekor kenaikan yield US Treasury tenor serupa.
Sejak awal bulan ini, yield US Treasury sempat turun hingga 2,55% pada 3 Januari dan kemudian berbalik naik hampir setiap hari hingga 2,78% hari ini.
Kemungkinan besar pelaku pasar global turut melepas SUN di dalam negeri karena investor asing meminta yield yang serupa dengan yield US Treasury.
Ke depannya, selama sepekan ini tampaknya pasar obligasi dan pasar keuangan masih akan kering sentimen, apalagi sentimen positif dari pasar domestik dan akan sangat tergantung pada perkembangan Brexit dan penutupan sebagian (partial shutdown) Amerika Serikat (AS).
Terlebih, hari ini China mengeluarkan data pertumbuhan ekonomi yang justru turun ke level terendahnya sejak 1990, yang sentimen negatifnya dapat membayangi pasar keuangan beberapa hari ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA (irv/tas)
http://bit.ly/2T4Ot2R
January 21, 2019 at 07:13PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kendati Asing Bernafsu, Potensi Koreksi Obligasi Terbuka"
Post a Comment