Kemarin, IHSG ditutup naik 0,28% setelah nyaris seharian berkubang di zona merah. Sementara bursa saham utama Asia tidak mampu melakukan hal serupa. Indeks Nikkei 225 turun 0,47%, Shanghai Composite anjlok 1,18%, Hang Seng melemah 0,7%, Straits Times minus 0,86%, dan Kospi berkurang 0,32%.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,07%. Di Asia, cuma rupiah, yen Jepang, dan won Korea Selatan yang mampu menguat. Sisanya tidak selamat.
Faktor penyebab merahnya bursa saham dan mata uang Asia adalah proyeksi ekonomi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan kolega meramal ekonomi global akan tumbuh 3,5% pada 2019, lebih lambat dibandingkan proyeksi yang dibuat Oktober 2018 yaitu 3,7%.
"Setelah 2 tahun ekspansi yang solid, ekonomi dunia akan tumbuh lebih lambat dan risiko meningkat. Apakah ancaman resesi sudah dekat? Tidak, tetapi risiko perlambatan jelas menjadi lebih besar," kata Lagarde dalam konferensi pers di sela pertemuan World Economic Forum (WEF) di Davos, mengutip Reuters.
Proyeksi IMF ini membuat pelaku pasar kurang trengginas, ada keraguan. Dibayangi risiko perlambatan ekonomi global, investor memilih bermain aman. Tentu bukan kondisi yang ideal bagi pasar keuangan negara berkembang di Asia.
Namun yang menjadi penyelamat bagi pasar keuangan Indonesia adalah harga minyak. Kemarin, harga si emas hitam terus turun hingga ke kisaran 1%.
Harga minyak ikut terpengaruh rilis proyeksi IMF. Perlambatan ekonomi global tentu akan menurunkan permintaan energi, sehingga harga minyak bergerak turun.
Selain itu, harga komoditas ini juga sudah melonjak tajam. Dalam sepekan terakhir, harga brent masih naik 3,33% dan light sweet bertambah 3,19%. Selama sebulan ke belakang, harga brent melejit 16,62% dan light sweet meroket 17,62%.
Apabila harga minyak sudah memasuki siklus koreksi, maka ini akan menjadi kabar baik bagi rupiah. Sebagai negara net importir minyak, Indonesia tentu diuntungkan jika harga minyak turun karena biaya impor akan lebih murah.
Defisit transaksi berjalan (current account deficit) bisa dikurangi. Rupiah pun akan punya ruang untuk menguat karena ada lebih banyak pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa.
Penguatan rupiah kemudian memberi harapan bagi IHSG. Indeks sektor jasa keuangan yang pada akhir Sesi I melemah 0,67% berhasil berbalik menguat 0,41%.
Apresiasi nilai tukar rupiah juga membuat investor asing membukukan beli bersih di pasar saham Tanah Air selama 17 hari berturut-turut. Pada perdagangan kemarin, nilai beli bersih investor asing adalah Rp 89,3 miliar.
http://bit.ly/2W8aVtM
January 23, 2019 at 12:55PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Semua Gara-gara IMF"
Post a Comment