Menurut OJK, ada beberapa penyebab penurunan CAR, yakni pencairan dana oleh deposan pada periode tertentu, transaksi antarbank yang tadinya Rp 20-an miliar menjadi Rp 8 miliar, dan pengeluaran pribadi pemegang saham menggunakan dana kas.
"Pengambilan uang jadi kami melihat itu dari berdasarkan data yang ada itu berbagai kepentingan pemegang saham dilakukan melalui diminta kepada direksi, direksi tidak independen, dipenuhi keluar duitnya," kata Elyanus Pongsoda, Kepala Regional Bali-Nusra, seperti dikutip CNBC Indonesia dari detik.com.
"Ini berbagai kepentingan banyak, contohnya digunakan untuk membeli mobil pemilik saham. Jadi, bukan untuk mendukung operasional," lanjutnya.
"Buat beli mobil, pembelian apartemen, dan lain-lain, banyak rinciannya. Ada untuk kepentingan keluarga juga, biaya pembelian tiket segala macam. (Nilainya) Hingga Rp 10 miliar-Rp 20 miliar," sambung Ely. Pemegang saham BPR Legian ini diketahui merupakan ayah dan anak dengan nilai saham 99% dan 0,36%.
Pencabutan izin usaha BPR Legian dikeluarkan melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-103/D.03/2019 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Legian terhitung sejak 21 Juni 2019.
BPR Legian dinyatakan tak mampu melakukan penyehatan dalam jangka waktu pengawasan khusus sesuai ketentuan maksimal 2 bulan dari tanggal 28 Maret-28 Mei 2019.
Bank ini juga telah dinyatakan sebagai Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) disebabkan permasalahan pengelolaan manajemen yang tidak mengacu pada prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik serta adanya intervensi negatif Pemegang Saham Pengendali (PSP) dalam kegiatan operasional bank. Ini mengakibatkan kinerja keuangan BPR tidak dapat memenuhi standar yang ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku, yaitu rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) paling sedikit sebesar 8%.
![]() |
Dengan pencabutan izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Legian, selanjutnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2009.
OJK mengimbau kepada nasabah PT Bank Perkreditan Rakyat Legian agar tetap tenang karena dana masyarakat di perbankan termasuk BPR dijamin LPS sesuai ketentuan yang berlaku, ujar OJK dalam keterangan resmi, Jumat (21/6/2019).
Selanjutnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi data untuk pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Legian yang layak dan tidak layak dibayar. Proses verifikasi itu akan dilakukan LPS selama 90 hari kerja sejak pencabutan izin usaha atau 24 Oktober 2019.
"Bagi nasabah peminjam dana, tetap bisa melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor pusat PT BPR Legian dengan menghubungi petugas bank atau tim likuidasi. LPS mengimbau agar para nasabah tetap tenang dan tidak terprovokasi untuk melakukan hal-hal yang dapat menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi PT BPR Legian," kata Muhamad Yusron, Sekretaris LPS. (prm)
http://bit.ly/31QN9oT
June 22, 2019 at 05:21PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah Pencabutan Izin Bank di Bali: Uangnya untuk Foya-foya"
Post a Comment