
HOA tersebut ditandatangani pada pertemuan G20 di Jepang, Minggu (16/6/2019), dan dilakukan antara Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, dengan Presiden Direktur INPEX Indonesia Shunichiro Sugaya.
Perjanjian itu disaksikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang Hiroshige Seko, dan CEO dan Presiden Direktur INPEX Corporation Takayuki Ueda.
Melalui keterangan resminya, Jonan mengatakan, setelah sekian lama dilakukan pembahasan, penandatanganan HOA ini menjadi titik penting bagi investasi hulu migas di Indonesia.
"Dengan nilai sekitar US$ 18-20 miliar [Rp 257 triliun-Rp 286 triliun, asumsi kurs Rp 14.300/USD] yang terbesar untuk investasi satu kegiatan di Indonesia, dan merupakan investasi Jepang terbesar sejak 5 dekade terakhir," tuturnya seperti dikutip dari keterangan resminya, Senin (17/6/2019).
Lebuh lanjut, ia mengatakan, pengembangan di Blok Masela akan menjadi awal yang baik dalam dalam pengembangan hulu migas di laut dalam Indonesia bagian timur.
Dwi Soetjipto menambahkan, dengan pengembangan Lapangan Masela, diharapkan akan segera masuk investasi luar negeri yang besar, dan dapat memberikan pengaruh positif bagi Foreign Direct Investment di Indonesia, terciptanya efek berganda bagi industri pendukung dan turunan di dalam negeri.
"Dalam rangka mendukung perekonomian nasional, dan ke depannya di harapkan iklim investasi di Indonesia akan semakin baik dan semakin kompetitif," ujar Dwi.
Nantinya, setelah penandatanganan HOA, yang telah mencakup semua hal utama dalam parameter proposal revisi Plan of Development (POD) lapangan Abadi di Blok Masela, diharapkan penyelesaian revisi POD dapat dilakukan dalam waktu yang secepatnya.
Sebelumnya, Dwi mengharapkan, proposal rencana pengembangan (POD) tersebut bisa disetujui pada akhir Juni 2019 ini.
"Iya jadi kami harapkan di Juni ini, kami bisa selesaikan Head of Agreement, ketika G20. Nah, sampai akhir bulan (Juni) juga approval POD bisa dilakukan," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat dijumpai di Jakarta, Rabu (5/6/2019).
Di sisi lain, pengembangan hulu migas di Masela diharapkan dapat memberikan kontribusi tambahan produksi gas bumi sekitar ekuivalen 10,5 juta ton (mtpa) per tahun atau sekitar 9,5 juta ton LNG per tahun dan 150 mmscfd (juta standar kaki kubik per hari) gas pipa, dengan target onstream (mulai berproduksi) pada 2027 mendatang.
Blok migas raksasa ini memang terkatung-katung selama 20 tahun. Drama Blok Masela dimulai ketika pada 1998, saat operator blok tersebut yakni Inpex menerima kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) selama 30 tahun untuk sumber gas yang berada di perairan selatan Maluku ini.
Namun, 5 tahun setelah mengikuti penemuan cadangan gas tambahan di blok ini, Inpex meminta untuk merevisi kapasitas produksi LNG tahunan PoD-nya (rancangan pengembangan atau PoD) dari 2,5 juta ton menjadi 7,5 juta ton.
Di sinilah tarik ulur Masela terjadi, yang semula di PoD pertama fasilitas LNG ditempatkan di laut. Kemudian ada pendapat yang mengatakan lebih baik fasilitas LNG Masela ditempatkan di darat karena akan membawa dampak lebih luas ke masyarakat.
Pada Maret 2016, keributan ini diselesaikan oleh Presiden Joko Widodo dengan mengatakan pengembangan proyek LNG Masela dilakukan onshore atau di darat.
Dengan ditekennya kesepakatan ini, maka drama 20 tahun Blok Masela berakhir.
Simak perhitungan investasi di Masela.
[Gambas:Video CNBC]
(tas)
http://bit.ly/2WKCHAy
June 17, 2019 at 04:50PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mangkrak 21 Tahun, Proyek Masela Akhirnya Sah Diteken!"
Post a Comment