Acara yang bertempat di Hotel Hilton Fukuoka, Jepang, Sabtu (8/6/2019), itu juga mengundang Menteri Keuangan (Menkeu) Jepang Taro Aso, Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria, Menkeu China Liu Kun, Menkeu Perancis:Bruno Le Maire, Menkeu Inggris Phillip Hammond, dan Menkeu Amerika Serikat (AS) Steven Mnuchin sebagai pembicara.
"Saya menyampaikan bahwa era digital telah memengaruhi berbagai hal dalam kehidupan masyarakat, termasuk perpajakan," tulis Sri Mulyani di akun media sosial Instagram-nya.
Ia juga menceritakan situasi yang dialaminya di Indonesia terkait pemajakan di era digital ini.
"Dengan 260 juta populasi penduduk dan 100 jutaan pengguna internet, realisasi penerimaan perpajakan masih belum tercermin dari besaran pengguna internet dan jumlah penduduk tersebut," jelasnya.
Di era digital, lanjutnya, salah satu aspek dalam perpajakan tidak lagi bisa hanya didasarkan pada physical presence atau kehadiran secara fisik dari para pengusaha yang melakukan kegiatan di Indonesia.
"Oleh karena itu, saat ini prioritas tertinggi adalah melakukan redefinisi dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau permanent establishment," kata Sri Mulyani.
"Dengan kompleksitas struktur ekonomi digital, tantangan lain Pemerintah adalah membuat formulasi kebijakan, khususnya perhitungan kuantitatif terkait significant presence," ujarnya.
"Tantangan lain adalah bagaimana mendefinisikan low or no tax jurisdictions dan juga bagaimana mengalokasikan hak pemajakan, terutama formula dan dasar perhitungannya," ungkap mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
![]() |
Para menteri keuangan G20 sepakat menutup celah bagi raksasa teknologi global menghindari pajak.
Selama ini, raksasa teknologi, seperti Facebook, Google, Amazon, dan perusahaan teknologi besar lainnya, mendapat kecaman karena mampu menurunkan tagihan pajak mereka dengan sengaja mencatatkan keuntungannya di negara-negara dengan tarif pajak rendah.
Nantinya peraturan baru tersebut diharapkan bisa menaikkan nilai pajak untuk perusahaan multinasional besar, seperti Facebook dan Google, dan mempersulit negara-negara, seperti Irlandia, untuk menarik investasi asing langsung dengan janji tarif pajak yang sangat rendah untuk perusahaan, dilansir dari Reuters.
Sri Mulyani sendiri telah meneken aturan yang akan membuka jalan bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk memajaki Google cs. Ketentuan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 35/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang diteken pada 1 April 2019.
Melalui aturan ini, fiskus pajak secara tidak langsung mendapatkan kemudahan pada saat memeriksa wajib pajak BUT lantaran penetapan BUT kini dipertegas sebagai subjek pajak luar negeri, yang selama ini diatur dalam Undang-Undang (UU) 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Saksikan video mengenai jurus Sri Mulyani kejar pajak Google cs berikut ini.
(prm)
http://bit.ly/2IznHvg
June 09, 2019 at 04:31PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pajaki Google Cs, Sri Mulyani: Redefinisi BUT Prioritas No. 1"
Post a Comment