Dalam berbagai kesempatan, Kepala Negara pun tak segan mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja para menteri, karena tak mampu mengatasi masalah CAD yang sudah mengakar.
Transaksi berjalan adalah neraca yang menggambarkan devisa yang masuk dan keluar dari ekspor-impor barang dan jasa. Transaksi berjalan sendiri, merupakan salah satu fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar.
Apabila defisit transaksi berjalan tak dapat diimbangi dengan pasokan devisa dari portofolio keuangan seperti hot money, maka neraca pembayaran Indonesia (NPI) pun tekor dan menandakan keseimbangan eksternal jomplang karena devisa yang keluar lebih banyak dibandingkan yang masuk.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, dalam kurun waktu satu bulan terakhir, sudah tiga kali beruntun alias hattrick Kepala negara menyoroti masalah defisit transaksi berjalan yang membuat ekonomi Indonesia cukup rentan.
Pertama, kekesalan Jokowi terungkap pada saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Hotel Shangri-La, Jakarta pada Kamis, (9/5/2019).
Di depan sejumlah menteri Kabinet Kerja dan ratusan kepala daerah, Jokowi menyinggung masalah perizinan yang membuat arus investasi terhambat, dan akhirnya membuat transaksi berjalan mengalami defisit.
"Saya sudah bolak-balik ngomong, lebih dari 20 tahun tidak bisa selesaikan defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, karena ekspor kita. Kedua, investasi kita. Dua hal itu tak bisa kita selesaikan dengan baik," kata Jokowi.
"Kita tahu masalahnya itu. Ini niat atau enggak niat? Mau atau enggak mau? Kalau dua [persoalan investasi dan ekspor] bisa diselesaikan, rampung kita," sindir Kepala Negara.
Dua minggu berselang, Jokowi kembali mengungkit masalah CAD. Pernyataan Jokowi kali ini merespons angka neraca perdagangan pada April yang mencatatkan defisit US$ 2,5 miliar.
Capaian tersebut merupakan angka terparah sepanjang sejarah Indonesia, Sebelumnya, defisit neraca perdagangan bulanan paling dalam pernah terjadi pada Juli 2013 sebesar US$ 2,3 miliar.
Foto: Presiden Joko Widodo dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2019 (CNBC Indonesia/Lidya Julita S)
|
"Namanya defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan. Itu memang persoalan besar kita. Bolak balik saya sampaikan. Rumusnya, kalau ekspor tidak meningkat, barang substitusi impor tidak diproduksi, mau sampai kapan," kata mantan Gubernur DKI itu di sela-sela kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur, Senin (205/2019).
Satu minggu kemudian, tepat di depan pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), masalah CAD lagi dan lagi menjadi sorotan Jokowi.
"Problem besar yang kita hadapi dalam berpuluh-puluh tahun dan belum terpecahkan sejak lama adalah neraca transaksi berjalan yang selalu defisit. [...] Ini problem yang sudah jelas kita paham, jelas masalahnya, namun ini tak pernah selesai," sindir Jokowi, Minggu (26/5/2019).
Istana pun Buka Suara
Kejengkelan Jokowi terbilang wajar, mengingat defisit neraca transaksi berjalan Indonesia sudah terjadi sejak 2011. CAD bagaikan seorang musuh tangguh yang tak bisa dikalahkan hingga saat ini.
Jokowi menyadari bahwa kinerja ekspor yang loyo, serta seretnya arus investasi yang masuk menjadi pemicu Indonesia tak kunjung menang melawan musuh yang bernama CAD.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika pun akhirnya buka suara mengenai kekecewaan Jokowi atas masalah defisit transaksi berjalan yang sudah sejak lama menghantui Indonesia.
Menurutnya, defisit transaksi berjalan yang terjadi saat ini merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya. Pemerintahan Jokowi, kata dia, justru saat ini telah melakukan berbagai pembenahan.
Misalnya, dari kinerja neraca perdagangan yang berhasil diperbaiki. Jika pada periode 2012 hingga 2014 neraca perdagangan Indonesia terus-terusan mengalami defisit, maka sejak 2015 hingga 2017 neraca perdagangan berhasil sepanjang tahun berhasil mencatatkan surplus.
"Indonesia berturut-turut defisit neraca dagang. Dan pemerintah segera bekerja keras agar defisit bisa diatasi. Datanya 2015, 2016, 2017 kita surplus. Artinya pemerintah serius," kata mantan Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya ini.
Namun, kondisi perekonomian global di 2018 memang tak bisa diajak kompromi. Lonjakan harga minyak dan eskalasi perang dagang antara AS-China pun menjadi pemicu utamanya.
Belum lagi, kondisi ini diperparah dengan keluarnya arus modal asing dari pasar keuangan Indonesia. Tekanan terhadap CAD pun makin bertambah, dan sempat menyentuh angka di atas 3% dari PDB pada akhir kuartal IV-2018.
"Dalam situasi ini, kita memang defisit. Namun ukuran ekonomi untuk cek itu berbahaya atau tidak, sudah dibuat. Selama CAD tidak melampaui 3% dari PDB, ya aman. 2018, [angka CAD] 2,9% [keseluruhan tahun], masih lebih rendah dibandingkan 2012, 2013 yang sentuh 3%," jelasnya.
Simak prediksi BI soal rupiah dan CAD tahun ini.
[Gambas:Video CNBC]
(tas)
http://bit.ly/2YYdO11
May 29, 2019 at 03:18PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Hattrick Kejengkelan Jokowi, Ada Apa Memang?"
Post a Comment