Search

Kisah TPS Food, Berapa Lama 'Luka' Ini Sembuh?

Masih ingat dengan tokoh anak kecil cowok yang hobi bertualang bersama seekor monyet? Tokoh ini bernama Taro, sesuai dengan nama makanan ringan yang selalu dibawanya dalam seluruh petualangannya.

Makanan ringan ini diproduksi oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (AISA) atau TPS Food dan menjadi merek andalan salah satu emiten konsumer di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini. Merek ini diakuisisi oleh TPS Food pada 2011 dari PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) senilai Rp 250 miliar.

Tak hanya merek, perusahaan ini juga mengambilalih seluruh kepemilikan pabrik dan mesin pembuatan Taro yang berada di Gunung Putri, Bogor (Jawa Barat), Kalimantan, dan Medan (Sumatera Utara).

"Taro diharapkan dapat memajukan perseroan di masa depan dengan menjadi loncatan bagi perseroan untuk masuk ke segmen higher margin market dan juga menjadi merek utama perseroan mengingat eksistensi mereknya yang sudah terkenal sejak tahun 1984," tulis laporan tahunan perusahaan untuk tahun buku 2012.

Harapannya besar, Taro dan petualangannya bisa berkontribusi pada pendapatan perusahaan di tahun berikutnya. Nyatanya benar saja. Taro masuk dalam kategori Wafer Stick dan Snack Ekstrusi yang naiknya gila-gilaan dalam laporan keuangan tahunan 2012 TPS Food.
Mulai dibukukannya penjualan Taro ke buku perusahaan menjadikan kontribusi dari kategori tersebut naik signifikan menjadi 10,40% dari sebelumnya hanya sebesar 3,57% sepanjang 2012.

TPS Food tak hanya memiliki usaha makanan ringan. Di bawah lini bisnis makanan, perusahaan juga memproduksi mie kering dan bihun yang merupakan produk pertama dan cikal bakal TPS Food berdiri di Jawa Tengah pada 1959.

Seiring berjalannya pengembangan usaha, perusahaan yang tadinya hanya memproduksi bihun dan mie kering ini terus memperlebar sayapnya hingga memiliki tiga lini bisnis utama yakni Food, Rice dan Palm Oil.

STOK Kisah TPS Food, Berapa Lama 'Luka' Ini Sembuh?Foto: Struktur AISA/Lapkeu TPS Food 2015

Dengan sokongan tiga lini usaha ini, perusahaan mengantongi pertumbuhan penjualan yang terus melesat.

Pada 2012, perusahaan hanya mengantongi pendapatan Rp 2,74 triliun, tumbuh 56,75% dari tahun sebelumnya Rp 1,75 trilun. Terhitung 3 tahun, pertumbuhannya terus terjadi. Kenaikan ini tak terhindarkan karena langkah perusahaan yang begitu ekspansif hingga memiliki banyak anak usaha yang seluruhnya beroperasi dengan maksimal.

Setelah mengakuisisi brand Taro di 2011, tahun berikutnya TPS Food mengakuisisi tiga perusahaan sekaligus yakni PT Subafood Pangan Jaya di bawah TPS Food, mencaplok PT Sukses Abadi Karya Inti di bawah TPS Rice dan mengakuisisi PT Tandan Abadi Mandiri di bawah TPS Palm Oil.

Selama 2 tahun kemudian, perusahaan mengakuisisi perusahaan produsen minyak kelapa sawit PT Golden Plantation Tbk. (GOLL). Di tahun yang sama, mereka juga mengakuisisi PT Persada Alam Hijau melalui anak usaha barunya ini.

Divisi Rice juga tak ketinggalan. Di tahun tersebut, lini bisnis ini meresmikan pabrik beras PT Sukses Abadi Karya Inti di Jawa Tengah dan melakukan pendirian PT Tani Unggul Usaha dan PT Swasembada Tani Selebes yang menjadi cucu usaha di bawah PT Dunia Pangan.

Tak berhenti di situ, tahun berikutnya atau pada 2015, GOLL juga mengakuisisi PT Bailangu Capital Investment.

Aksi korporasi yang dilakukan secara berturut-turut ini melambungkan kinerja AISA di tahun itu. Pendapatan tercatat senilai Rp 6,01 triliun. Laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk tercatat sebesar Rp 593,47 miliar.

Roda memang berputar adanya. Setelah roda mencapai titik tertinggi dalam putaran itu, mau tak mau juga harus melanjutkan perjalannya untuk putaran berikutnya.

Begitu juga perjalanan bisnis TPS Food. Tahun 2015 boleh dibilang sebagai tahun keemasan perusahaan, sebab setelah proses caplok mencaplok selesai, kantong perusahaan pun ikut menebal.

Tahun berikutnya, perusahaan terpaksa merelakan untuk mendivestasikan seluruh saham yang dimilikinya di GOLL. Tepat pada 11 Mei 2016 perusahaan tak lagi mengkonsolidasikan laporan keuangan dari divisi Palm Oil ini.

Mengutip pemberitaan di media nasional, alasan divestasi ini lantaran perusahaan menganggap memiliki bisnis perkebunan sawit ini sama saja dengan memberatkan keuangan perusahaan secara rasio, sebab perusahaan ini dinilai justru menimbun utang.

"Pada tanggal 11 Mei 2016, perusahaan melepas 78,17% kepemilikan saham di Golden Plantation [GP] kepada PT JOM Prawarsa Indonesia, pihak berelasi, dengan nilai pelepasan sebesar Rp 521,42 miliar. Atas pelepasan kepemilikan saham di GP, maka sejak tanggal 11 Mei 2016 yang merupakan tanggal hilangnya pengendalian, laporan keuangan GP tidak dikonsolidasi dalam laporan keuangan perusahaan," tulis manajemen dalam laporan keuangan AISA tahun 2015.

Praktis, satu divisi usaha telah hilang, meski tak berkontribusi signifikan ke kantong perusahaan, namun barang tentu penurunan akan terasa.


Tahun berikutnya, masalah lain muncul. Setelah melepas usaha Palm Oil, TPS Food juga harus merelakan bisnis berasnya.

Beras Maknyuss dan beras Cap Ayam Jago, dua merek bisnis beras TPS Food yang familiar di kala itu kena sentimen negatif. Barangkali masih ingat berita penggerebekan gudang beras di pasar induk pada 2017?

Ya, beras yang digadang memiliki kualitas premium ini justru membawa masalah untuk perusahaan. Dituding mencurangi konsumen, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membuikan Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (IBU) berinisial TW.

Untuk mengingatkan, IBU ini merupakan cucu usaha TPS Food di divisi Rice yang dikepalai oleh PT Dunia Pangan.

STOK Kisah TPS Food, Berapa Lama 'Luka' Ini Sembuh?Foto: Chart: Kontribusi Masing-Masing Anak Usaha ke Pendapatan TPS Food Sumber: Laporan Keuangan (Berturut-turut 2015, 2016 dan 2017)

Mati-matian perusahaan membela IBU, namun tak berbuah hasil. Pihak berwenang tak mempercayai penjelasan perusahaan yang menyebut dari gabah petani dan mengolahnya menjadi kelas premium, bukan menggunakan beras subsidi.

Oke kelar masalah beras dan tutup tahun 2017.


Saatnya move on ke tahun berikutnya, ketika perusahaan harus berupaya survive hanya dengan satu anak usahanya.

Namun baru saja satu kuartal di 2018, lagi-lagi cobaan datang. Perusahaan tak lagi memiliki kemampuan untuk membayarkan kewajibannya atas utang yang diterbitkannya.

Utang yang dimaksud adalah dalam bentuk Obligasi dan Sukuk Ijarah TPS Food I tahun 2013 masing-masing memiliki nilai sebesar Rp 600 miliar dan Rp 300 miliar. Kedua instrumen ini memiliki tingkat kupon dan imbal hasil sebesar 10,25% yang harusnya dibayarkan tiap 3 bulan.

Surat utang ini seharusnya jatuh tempo pada 5 April 2018, namun karena ketidaksanggupan perusahaan untuk membayarkannya, mau tak mau harus meminta kerendahan hati pemegang obligasi untuk menunda pembayaran.

Akibat tak dibayar, akhirnya pemegang obligasi ini mengajukan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pada Maret 2018 perusahaan melakukan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) dan meminta untuk memperpanjang tenornya hingga 12 bulan kemudian.

Tarik napas dulu, yang teratur. Senderkan badan dan usahakan melihat benda jauh selama beberapa detik. Karena cerita belum berhenti sampai di sini.....

STOK Kisah TPS Food, Berapa Lama 'Luka' Ini Sembuh?Foto: RUPST TPS Food/CNBC Indonesia/Monica Wareza

Masih di tahun yang sama, perusahaan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) untuk mengesahkan laporan keuangan dan laporan tahunan 2017. RUPST dilangsungkan di auditorium Bursa Efek Indonesia (BEI) dan dimulai siang hari sekitar pukul 14.00 WIB. CNBC Indonsia melaporkan langsung ketika itu. Ratusan pemegang saham mengantre untuk dapat masuk dan menyaksikan pertanggungjawaban dari dewan direksi atas kinerja selama satu tahun terakhir.

RUPS berlangsung cukup alot, hingga memungkinkan untuk dilakukan dua skors alias penghentian sementara sekadar mendinginkan kepala dan menyelonjorkan kaki.

Rehat kedua selesai. Semua orang masih menanti selesainya rapat tersebut, termasuk para pemegang saham yang tak bisa masuk dan awak media yang enggan meninggalkan tempatnya.

Singkat cerita, pendiri sekaligus direktur utama TPS Food Joko Mogoginta memilih keluar ruangan dan melakukan aksi walk out.
Sesaat keluar dari ruangan RUPS Joko Mogoginta berteriak-teriak mencari wartawan. "Wartawan mana nih," ujarnya dengan suara meninggi, Jumat (27/7/2018).

STOK Kisah TPS Food, Berapa Lama 'Luka' Ini Sembuh?Foto: Sumber: PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk

Dia merasa dipojokkan dalam rapat tersebut, disebabkan karena dua hal. Pertama, pemegang saham perusahaan menolak untuk menyetujui laporan keuangan 2018. Alasannya karena KKR & Co. L.P, salah satu pemegang saham institusi di TPS Food, masih mempermasalahkan adanya aliran dana tak jelas kepada pihak ketiga.

Kedua, pemegang saham dan komisaris meminta untuk melakukan pergantian manajemen perusahaan.

Selama beberapa bulan kemudian terjadilah tarik-tarikan kepengurusan di perusahaan tersebut hingga akhirnya pada Oktober 2018 manajemen perusahaan diambil alih oleh Hengky Koestanto yang sebelumnya merupakan komisaris perusahaan.

Hengky disahkan sebagai nahkoda baru dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Oktober 2018. Seluruh manajemen perusahaan dirombak habis dalam RUPSLB ini.

Berawal dari Investigasi EY
Tahun berganti. Maju ke Maret 2019, secara mengejutkan TPS Food merilis keterbukaan informasi di BEI sebuah laporan Hasil Investigasi Berbasis Fakta PT Ernst & Young Indonesia (EY) atas laporan keuangan tahunan TPS Food 2017.

Usut punya usut, investigasi ini ternyata merupakan salah satu permintaan dari para pemegang saham saat dilangsungkannya RUPSLB Oktober 2018.

Laporan tersebut menyebutkan adanya dugaan penggelembungan ditengarai terjadi pada akun piutang usaha, persediaan, dan aset tetap TPS Food senilai nilai Rp 4 triliun oleh manajemen lama pada beberapa pos akuntansi.

Sasarannya tentu manajemen lama sebelum RUPSLB yakni Joko Mogoginta sebagai direktur utama dan tiga orang direksi lain: Budhi Istanto, Hendra Adisubrata, dan Jo Tjong Seng.

Selain penggelembungan Rp 4 triliun tersebut, ada juga temuan dugaan penggelembungan pendapatan senilai Rp 662 miliar dan penggelembungan lain senilai Rp 329 miliar pada pos EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) entitas bisnis makanan dari emiten tersebut.

Temuan lain dari laporan EY tersebut adalah aliran dana Rp 1,78 triliun melalui berbagai skema dari Grup AISA kepada pihak-pihak yang diduga terafiliasi dengan manajemen lama.

"Antara lain menggunakan pencairan pinjaman Grup AISA dari beberapa bank, pencairan deposito berjangka, transfer dana di rekening bank, dan pembiayaan beban pihak terafiliasi oleh Grup AISA," tulis laporan tersebut.

Selain itu, ditemukan juga adanya hubungan serta transaksi dengan pihak terafiliasi yang tidak menggunakan mekanisme pengungkapan (disclosure) yang memadai kepada stakeholders secara relevan.

Hal mendasar dari hasil laporan EY tersebut adalah adanya pencatatan keuangan yang berbeda dalam data internal dengan pencatatan yang digunakan auditor keuangan dalam proses mengaudit laporan keuangan 2017.

Belum lagi, EY mendasari dari informasi manajemen baru bahwa manajemen lama AISA membuat pembukuan yang berbeda untuk tujuan eksternal, misalnya untuk kepentingan audit eksternal.

Dituduh menggelembungkan dana, Joko Mogoginta dengan tegas menjawab, "Itu ngawur!"

Namun demikian, saat ini manajemen baru perusahaan masih belum menindaklanjuti hasil temuan tersebut. Hengky, yang kini direktur utama justru masih fokus menyelesaikan sengkarut dalam internal perusahaan. Dia ibarat digempur depan dan belakang.

Sengkarut internal yakni soal gagal bayar obligasi tadi. Pada 2 bulan lalu, anak usaha yang sudah ditutupnya yakni Dunia Pangan dan tiga anak usaha Dunia Pangan (cucu perusahaan TPS Food) yakni PT Jatisari Srirejeki, PT Indoberas Unggul dan PT Sukses Abadi Karya Inti dinyatakan pailit karena tidak mampu membayar kewajiban kepada pemegang obligasi. Artinya hilang sudah kontributor utama pendapatan perusahaan secara resmi (divisi Rice) setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.

PKPU berikutnya juga dialami oleh divisi Food perusahaan. Namun divisi ini telah dinyatakan bebas dari jeratan pailit karena tak mampu membayarkan kewajibannya kepada kreditor.

Pemegang obligasi dan sukuk perusahaan juga menyetujui perusahaan untuk melakukan penjualan atas aset-aset jaminan dari PT Jatisari
Srirejeki, setelah anak usaha AISA tersebut diputus pailit.

Adapun dua aset yang akan dieksekusi yakni pertama tanah, bangunan dan sarana pelengkap sebanyak sembilan SHGB (sertifikat hak guna bangunan). Kedua, mesin dan peralatan. Lokasinya semua ada di Jalan Raya Jakarta-Cirebon KM 104 Desa Mekarsari dan Jatisari, Kecamatan Jatisari Kabupatan Karawang, Jawa Barat.
Ke depan manajemen TPS Food menyebutkan akan fokus pada bisnis di divisi Food. Namun fokus bisnis TPS Food hanya pada jenis makanan mie dan bihun kering, dan makanan ringan (snack) Taro. Bisnis ini telah menjadi motor penggerak perusahaan selama 2 tahun terakhir.

"Group TPS Food akan kembali fokus pada bisnis makanan. Produk-produk unggulan seperti mie dan bihun Superior, Taro, Gulas, Bihun Tanam Jagung, dan Mie Telor Cap Ayam Dua Telor masih menjadi ujung tombak Group TPS Food dalam berkiprah di bisnis makanan," kata Hengky.

Sebagai gambaran berikut kinerja pendapatan dan laba bersih perusahaan sejak setahun sebelum masa keemasan hingga laporan keuangan terakhirnya yang dirilis ke publik.

STOK Kisah TPS Food, Berapa Lama 'Luka' Ini Sembuh?Foto: Chart: Kinerja Keuangan TPS Food Sumber: Laporan Keuangan TPS Food

Perbaikan kinerja perusahaan saat ini bergantung pada langkah apa yang akan dilakukan oleh manajemen perusahaan. Ini karena pekerjaan rumah yang harus dilakukan juga tak bisa dibilang ringan, meningkatkan kembali produksi, membayarkan utang-utang dan menyelesaikan laporan keuangan yang tak dirilis sejak awal tahun lalu.

Paling berat adalah mengembalikan kembali kepercayaan investor kepada perusahaan. Kenapa? Karena perusahaan membutuhkan modal untuk kegiatan usaha yang membutuhkan penguatan modal dari investor baru.

Rencananya, penambahan modal ini akan dilakukan dengan skema penerbitan saham baru tanpa memberikan Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu (non-HMETD) alias private placement.

TPS Food bakal menerbitkan sebanyak-banyaknya 1,56 miliar saham baru. Jumlah itu setara dengan 32,77% dari modal yang ditempatkan dan disetor penuh perusahaan, dengan nominal Rp 200/saham.

Hingga saat ini saham perusahaan masih dihentikan perdagangannya (suspensi) oleh BEI sejak 5 Juli 2018. Investor tinggal menunggu bagaimana perusahaan untuk keluar dari masalah yang membelitnya ini.

Jadi, kinerja perusahaan juga saat ini hanya akan digantungkan pada petualangan Taro bersama sahabatnya.

Perjuangan AISA mencari investor baru.
[Gambas:Video CNBC]
(tas)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2YzjUVE
July 07, 2019 at 06:15PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kisah TPS Food, Berapa Lama 'Luka' Ini Sembuh?"

Post a Comment

Powered by Blogger.