Search

Tiket Pesawat Mahal, Ada Aroma Persaingan Usaha Tidak Sehat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencoba menengahi polemik soal mahalnya tiket pesawat. Hasilnya, pemerintah menugaskan maskapai berbiaya murah (Low Cost Carrier/LCC) untuk memberi diskon 50% dari batas atas untuk penerbangan rute domestik setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu pukul 10:00 hingga 14:00. Namun, alokasi tersebut hanya berlaku untuk 30% kursi pesawat jenis jet non-propeler. Oleh karena itu, sebagian pihak menilai solusi ini nanggung dan tidak menyelesaikan inti permasalahan. Struktur industri penerbangan nasional dinilai tidak efisien karena terjadi duopoli, industri dikuasai oleh dua pemain besar. Ini menyebabkan konsumen harus rela terjepit di tengah-tengah persaingan antara dua raksasa tersebut. 


Baca:
Harga Tiket Pesawat Mahal, Menko Darmin: Undang Pesaing

Benarkah ada praktik persaingan tidak sehat dalam industri penerbangan nasional yang ujungnya merugikan konsumen? Bagaimana Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) semestinya menyikapi perkembangan ini? Berikut wawancana CNBC Indonesia dengan mantan Ketua KPPU Sutrisno Iwantono: Banyak pihak yang menduga adanya kartel dalam industri penerbangan, bagaimana menurut Anda?
Kalau kita baca di media massa, KPPU sedang melakukan penyelidikan tentang dugaan adanya kartel ini. Ada beberapa perusahaan yang sedang diteliti yaitu maskapai Garuda Indonesia, Citilink, Sriwijaya dan Lion Air. Bahkan menurut anggota KPPU Guntur Saragih, ada lima kasus yang tengah ditangani KPPU yaitu dugaan dihalang-halanginya penjualan tiket AirAsia di agen travel online, kasus rangkap jabatan Garuda, Citilink dan Sriwijaya, dugaan kartel tarif kargo, kartel tiket pesawat, serta yang terbaru kasus travel umrah yang juga melibatkan Garuda Indonesia. Ini kasus banyak sekali, kalau memang betul seperti itu ya sungguh ironis sekali. Kalau itu benar sudah pastilah menimbulkan gangguan ekonomi yang serius. Tetapi tentu kita harus tunggu bagaimana hasil kerja KPPU. Sebagai mantan Ketua KPPU, bagaimana Anda melihat industri yang oligopolistis seperti itu?
Secara teoretis, pembuktian kartel memang akan diawali dengan kajian struktur pasar. Apakah strukturnya monopoli, oligopoli, monopolistik, atau perfect competition. Kartel biasanya bermula struktur pasar oligopoli. Dalam pasar yang oligopoli, pelaku cenderung menghindarkan price war dan mengarah pada horizontal collusion. Kolusi horisontal itu di antaranya adalah price fixing (penetapan harga). Otoritas persaingan usaha di berbagai negara kemudian mengkaji mengenai pergerakan harga, apakah ada pergerakan harga yang seirama yang dikenal dengan parallelism. Kemudian dilihat perilakunya atau conduct, dan selanjutnya adalah kinerja atau performance. Itulah yang kemudian dikenal sebagai doktrin SCP atau Structure, Conduct, Performance. Tentu KPPU akan mengawalinya dengan proses semacam itu. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bahkan menilai bukan oligopoli tapi duopoli di industri penerbangan. Hal ini juga dinilai turut pengaruhi harga tiket pesawat. Bagaimana menurut Anda?
Pak Darmin tentu punya alasan tersendiri mengatakan begitu, dan Ketua KPPU juga mengatakan hal yang sama. Ada dua grup yaitu Garuda dan Lion. Sebenarnya duopoli tidak selalu berujung pada harga yang mahal, kalau persaingan sehat terjadi antara keduanya. Apakah terjadi persaingan sehat atau tidak, itu tadi kembali kepada conduct. Secara teori memang sangat dimungkinkan terjadinya conduct yang unfair, tetapi bisa terjadi bisa juga tidak. Nah, itulah tugas KPPU untuk mengumpulkan informasi dan bukti-bukti dari berbagai pihak. Konsentrasi industri maskapai penerbangan di Indonesia memang tinggi. Indeks HHI (Herfindhal-Hirschman Index) pada 2018 mencapai 4.624, naik 858 dibandingkan dengan 2017 yang 3.766. Padahal HHI yang dianggap tidak berbahaya adalah 1800. Pada 2018 katanya ada penggabungan antara Sriwijaya Group dengan Garuda Indonesia sehingga HHI bertambah, meloncat sekitar 858 poin, padahal perubahan delta HHI yang ditoleransi wajar maksimal adalah 150 poin. Inilah proses perdebatan dan pembuktian oleh KPPU dan bagaimana maskapai yang dituduh bisa membuktikan sebaliknya, pasal yang dituduhkan masih belum jelas, apakah pasal-pasal yang sifatnya perse atau pasal yang sifatnya rule of reason. Semuanya masih open tergantung fakta-fakta sesungguhnya nanti. Menurut KPPU ada lima kasus persaingan usaha tidak sehat di Industri penerbangan, bagaimana pandangan anda?
Kalau sampai lima kasus ya bagaimana ya... Dalam rancangan amandemen UU Persaingan Usaha yang katanya akan segera diundangkan, dendanya sampai 25% dari omzet. Ngeri sekali. Bagaimana bayarnya ya? Apalagi ini perusahaan publik yang dimensinya luas. Tentu masyarakat luas sangat concern dengan kasus ini. Apakah lima kasus bisa jadi satu perkara?
Kalau saya baca berita, lima kasusnya itu kan lain-lain substansinya. Ada dugaan kartel tiket, ada rangkap jabatan, ada eksklusif dealing dengan perusahaan online, ada kartel kargo, ada lagi  agen perjalanan umrah. Substansinya beda-beda ya. Apakah mungkin KPPU menyatukan itu, pengalaman saya sebagai Anggota dan Ketua KPPU ya mestinya akan sulit disatukan. Apakah betul KPPU bisa memanggil Menteri BUMN?
Kalau menurut UU, siapa saja yang terkait dapat dipanggil oleh KPPU, terutama pihak manajemen yang terlibat langsung. Bahkan KPPU bisa minta bantuan polisi. 
(BERLANJUT KE HALAMAN 2) (aji/aji)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2XCdlVV
July 10, 2019 at 03:33PM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Tiket Pesawat Mahal, Ada Aroma Persaingan Usaha Tidak Sehat?"

Post a Comment

Powered by Blogger.