Data perdagangan menunjukkan, indeks Shanghai naik 0,58%, indeks Straits Times juga menguat 0,51%, sementara indeks Hang Seng cenderung ditutup stagnan alias naik tipis 0,02%. Adapun indeks Kospi di Korsel anjlok 1,2% dan Nikkei 225 terkoreksi 0,59%.
Ketegangan perdagangan antara AS dan China terbukti kembali menyakiti perekonomian kedua negara. Pasalnya, aktivitas konsumen dan industri kedua negara melambat pada bulan April.
Sepanjang April lalu, penjualan ritel AS turun 0,2% secara bulanan (MoM), di bawah prediksi ekonom yang memperkirakan kenaikan 0,2% MoM.
Selain itu, rilis data yang sama di Negeri Panda juga menunjukkan perlambatan dengan hanya tumbuh 7,2% secara tahunan, laju terendah sejak Mei 2003. Produksi industri China periode April juga hanya tumbuh 5,4% YoY, di bawah konsensus yang dihimpun Refinitiv sebesar 6,5%.
Lebih lanjut, ketegangan tampaknya akan semakin memanas setelah Departemen Perdagangan AS memutuskan untuk memasukkan perusahaan teknologi asal China, Huawei Technologies Co Ltd dan 70 afiliasi lainnya ke dalam "Daftar Entitas".
Hal ini berarti Huawei dilarang membeli perlengkapan dan komponen dari perusahaan domestik tanpa persetujuan pemerintah.
Keputusan tersebut diambil setelah Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional atas ancaman terhadap teknologi AS pada Rabu (15/5/2019) waktu setempat.
![]() |
Juru Bicara Departemen Perdagangan AS Gao Feng menyampaikan bahwa China sangat menentang negara-negara yang menjatuhkan sanksi sepihak terhadap entitas milik China.
"China telah berkali-kali menekankan bahwa konsep keamanan nasional tidak boleh disalahgunakan, dan itu tidak boleh digunakan sebagai alat untuk proteksionisme perdagangan," ujar Gao, dilansir Reuters.
Gao juga menambahkan bahwa negaranya akan mengambil langkah tegas yang diperlukan untuk melindungi hak perusahaan China.
Namun, di lain pihak, pelaku pasar juga melihat bahwa data ekonomi yang mengecewakan dan perang dagang yang berlarut akan mendorong pemerintah China untuk memberikan stimulus yang lebih besar kepada perekonomian. Hal inilah yang memantik aksi beli di bursa saham Shanghai.
Sebagai informasi, Negeri Tiongkok saat ini telah menerapkan stimulus fiskal dalam bentuk pemotongan pajak sekitar 1,75% dari Produk Domestik Bruto atau setara US$ 250 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/tas)http://bit.ly/2WKeJ49
May 17, 2019 at 12:38AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "AS-China Makin Panas, Bursa Saham Asia Ditutup Variatif"
Post a Comment