Data US Treasury menunjukkan bahwa investor asal China, baik pemerintah maupun swasta, memegang Treasury senilai US$1,12 triliun atau sekitar Rp 16.231 triliun per Maret 2019.
Nilai jumbo itu menjadikan Negeri Tirai Bambu sebagai pemegang asing terbesar atas obligasi negara AS. Di posisi kedua ada Jepang dengan kepemilikan US$1,08 triliun disusul Inggris Raya dengan "hanya" US$317 miliar.
Namun, dalam periode 12 bulan yang berakhir Maret, kepemilikan US Treasury oleh China turun US$67,2 miliar atau sekitar 5,6%.
Secara total, kepemilikan Negeri Tirai Bambu sudah anjlok US$200 miliar sejak masa puncaknya pada 2012. Nilai itu mewakili 7% dari nilai utang AS dibandingkan 12% yang sebelumnya dipegang China, menurut data UBS, dilansir dari CNBC International, Jumat (17/5/2019).
Langkah China melepas obligasi AS diperkirakan sebagai salah satu upayanya untuk mempertahankan nilai mata uang yuan.
Keputusan China melepas obligasi AS dengan lebih agresif diperkirakan oleh beberapa ekonom akan menjadi opsi "senjata nuklir" atau pamungkas bagi negara Asia Timur itu yang dapat memperburuk negosiasi dagang yang tengah berlanjut.
Dampak penjualan kepemilikan obligasi oleh China itu memang masih samar. Beberapa ahli memperkirakan jika Beijing benar-benar melepas kepemilikannya, hal itu akan memicu lonjakan suku bunga dan dapat membuat ekonomi AS kacau-balau.
UBS memperkirakan jika penurunan kepemilikan itu berlangsung secara bertahap, langkah itu sepertinya akan menaikkan imbal hasil Treasury bertenor 10 tahun sebesar paling banyak 0,4 poin persentase.
![]() |
Ini berarti AS harus membayar lebih mahal untuk melunasi utangnya. Apalagi, AS adalah sebuah negara yang sangat bergantung pada negara-negara asing untuk membeli obligasinya, dilansir dari CNBC International.
Di saat yang sama, beberapa pihak memperkirakan China tidak akan mengambil opsi ini karena bisa jadi senjata makan tuan bagi Beijing.
Langkah China melepas US Treasury akan melemahkan dolar dan membuat berbagai perusahaan multinasional AS jadi lebih kompetitif. Selain itu, langkah tersebut akan menaikkan yield Treasury menanjak sehingga harga obligasi akan turun. Penurunan harga ini otomatis juga memangkas nilai portofolio yang dipegang China.
Muncul juga masalah lain: di mana China akan menaruh uangnya yang banyak itu? Padahal, obligasi pemerintah AS adalah salah satu yang memberi imbal hasil relatif tinggi di dunia bila dibandingkan dengan risiko mereka yang rendah.
"Saat ini Treasury masih terlihat sebagai tempat yang menawarkan keamanan optimal, kualitas, imbal hasil, dan lainnya. Memindahkan uang sebesar itu sangat menantang saat ini," kata Nick Maroutsos, co-head global bonds untuk Janus Henderson, dikutip dari CNBC International.
Ia menambahkan bahwa pelepasan obligasi AS oleh China masih mungkin dilakukan secara bertahap selama enam hingga 12 bulan namun tidak sekaligus.
Sejak akhir Maret tahun lalu, nilai UST yang dilepas China mencapai Rp 67,2 miliar atau turun 5,66%.
Dihitung dari Februari, nilai obligasi dolar AS pemerintahan Paman Sam yang dimiliki China juga berkurang US$ 10,4 miliar atau 0,92% dan menjadikan China satu-satunya dari 10 negara tadi yang melepas US Treasury pada periode tersebut. (wed)
http://bit.ly/2HmafeS
May 18, 2019 at 02:00AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Perang Dagang, China Pegang Utang AS Rp 16.231 T Lho!"
Post a Comment