Search

PP Pengupahan Beri Kepastian, tapi Siap-siap Direvisi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah rendahnya produktivitas buruh Indonesia, sistem pengupahan menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) terbesar di Indonesia menyusul Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dinilai kurang fleksibel.

S

ebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat, aksi protes buruh menjadi seremoni tahunan jelang penetapan upah minimum provinsi (UMP). Maklum saja, sistem pengupahan saat itu memang bergantung pada negosiasi buruh dan pengusaha, yang dimediasi pemerintah.Namun setelah Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, semua pihak harus mengikuti rumus baru pengupahan (lihat tabel 1) yang sempat memicu penolakan buruh karena membuat peluang kenaikan UMP mengecil. 
PP Pengupahan Beri Kepastian, Tetapi Siap-Siap Dengan RevisiFoto: Sumber: Tim Riset CNBC Indonesia

Bagi pengusaha, sistem pengupahan yang baru memberikan kepastian, meski masih "lebih buruk" dibandingkan dengan sistem pengupahan di negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia yang menetapkan UMP tiap 5 tahun sekali.
Namun, harus diakui bahwa sistem UMP yang baru ini menciptakan iklim kerja lebih kondusif bagi investor, karena kenaikan UMP menjadi lebih terukur dan tidak bergantung pada adu urat di dewan pengupahan yang biasanya diwarnai aksi demo besar-besaran.
Di Jakarta, misalnya, tingkat pengupahan pada 2016-2018 naik rata-rata hanya 10,74% dengan fluktuasi terbatas, atau jauh dibandingkan dengan kondisi tiga tahun sebelum PP Pengupahan yang baru itu dijalankan.

Pada 2013-2015, tingkat pengupahan naik 21,81% dengan volatilitas yang sangat tajam.

Pada 2012, misalnya, ketika Ibu Kota dipimpin oleh Jokowi yang menjabat Gubernur DKI Jakarta, upah buruh naik hingga 43,87%, dan diikuti kenaikan 2 tahun berikutnya berturut-turut di kisaran 10%.

Menyusul sistem pengupahan baru tersebut, pemerintah melaporkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sempat naik 6,18% pada Agustus 2015, angka pengangguran terkendali ke 5,34% (Desember 2018), membaik dari posisi Agustus 2014 (5,94%).Penyerapan tenaga kerja juga membaik, meski ada pelemahan dari investasi asing. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat penyerapan tenaga kerja dari investasi langsung meningkat 19,69% (kuartalan) menjadi 255.000 pekerja pada triwulan IV-2018. Penanaman modal dalam negeri (PMDN) menyerap 142.000 pekerja atau melonjak 58,98% (triwulanan) dan tumbuh 12% (tahunan). Sayangnya, penanaman modal asing (PMA) pada periode sama menyerap 113.000 pekerja , turun 9,14% (kuartalan) dan 49% (tahunan).
Hanya saja, Presiden Jokowi baru-baru ini menyetujui revisi PP Pengupahan yang sekarang berlaku, sembari mengharapkan "tidak ada pihak yang dirugikan oleh kebijakan itu, baik pekerja maupun pengusaha".
Sebagaimana dikutip beberapa media, Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Harijanto sempat menyatakan persetujuannya, tapi dengan catatan bahwa komponen penghitungan kenaikan UMP didasarkan pada inflasi daerah, dan bukan inflasi nasional.Di sisi lain, para pengusaha berharap ada revisi UU Ketenagakerjaan, terutama mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terlalu mahal bagi pengusaha, dan pengkaryaan tenaga kerja asing yang terlalu ketat. TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/tas)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2ZMIXpf
May 02, 2019 at 12:46AM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "PP Pengupahan Beri Kepastian, tapi Siap-siap Direvisi!"

Post a Comment

Powered by Blogger.