"Pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan tumbuh lebih rendah dari pertumbuhan tahun sebelumnya," tulis Bank Indonesia (BI) dalam Laporan Kebijakan Moneter Triwulan I-2019 yang dirilis pada hari Jumat (24/5/2019).
Hal tersebut terkait dengan perlambatan ekonomi global yang sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2015, yang selanjutnya diperparah dengan adanya perang dagang Amerika Serikat (AS)-China pada tahun 2018.
Pun tidak berhenti sampai di situ, perang dagang semakin parah pada tahun 2019, ditandai dengan penetapan tarif sebesar 25% yang dilakukan oleh AS terhadap produk China senilai US$ 200 miliar. Negeri Tirai Bambu pun melancarkan serangan yang sama dengan mengumumkan kenaikan bea impor 5%-25% untuk aneka produk AS senilai US$ 60 miliar.
Hal itu akan semakin membuat rantai pasokan global semakin melambat. Aliran perdagangan, termasuk barang modal di seluruh dunia semakin lesu. Hal itu juga lah yang sedang terjadi di Indonesia.
"Permintaan domestik yang belum cukup tinggi serta ekspor produk berbasis manufaktur yang menurun juga semakin menurunkan ekspektasi pertumbuhan di lapangan usaha industri pengolahan.
Tanda-tandanya sebenarnya juga sudah terlihat saat ini. Angka penjualan mobil di pasar domestik sepanjang Januari-April 2019 tercatat hanya sebanyak 337.892 unit, atau turun hingga 14,3% dibanding periode yang sama tahun 2018.
Perlu dipahami bahwa industri otomotif merupakan salah satu indikator penting dalam menakar perekonomian, terutama di sektor manufaktur. Pasalnya industri tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan terhubung dengan banyak industri-industri yang lebih kecil di sekelilingnya.
Bisa dibilang industri otomotif memiliki rantai pasokan yang sangat kompleks yang melibatkan banyak pihak. Alhasil saat penjualan mobil anjlok, maka sebagian industri lain berpotensi mengalami hal serupa.
BI memperkirakan kinerja industri tekstil dan produk tekstil juga melambat akibat penurunan ekspor.
Namun secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi di sektor industri manufaktur diprakirakan akan berada di level 3,7%-4,1%. Bila capaiannya pas berada di titik tengah (median) yang sebesar 3,9%, maka akan menjadi yang paling lambat setidaknya sejak tahun 2011.
Sumber: Bank Indonesia
|
Dengan mengetahui kondisi ini, sejatinya pemerintah sudah harus mengambil langkah antisipatif.
Sebab, industri pengolahan memiliki peran yang vital pada perekonomian, khususnya kinerja ekspor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan menyumbang 74% dari total ekspor non-migas Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Foto: Infografis/Pangsa Pasar Penjualan Mobil Jan-Feb 2019/Arie Pratama
|
http://bit.ly/2W3SLwY
May 25, 2019 at 10:08PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Waspada! Industri Manufaktur Diprediksi Tambah Lesu Tahun Ini"
Post a Comment