Search

Kata-kata Powell Sejukkan Wall Street, Siap-siap Ngegas!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kecil-kecil cabe rawit. Kemarin Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup positif meskipun perubahannya mini dibanding hari sebelumnya, tepatnya hanya 22 poin (0,35%) ke 6.410,68.

IHSG sudah menunjukkan tanda-tanda penguatan ketika dibuka dengan apresiasi 0,08%. Berkat aksi beli pelaku pasar baik lokal maupun asing, IHSG melanjutkan penguatannya hingga sesi I berakhir dengan penguatan 0,21% ke level 6.401,94.

Naiknya indeks tersebut patut diapresiasi karena meskipun penguatannya tidak sampai 0,5%, berkat kenaikan itu IHSG kembali menginjak level 6.400 sejak ditinggalkan pada 2 Mei 2019 silam.


Bukan hanya itu karena meskipun penguatan tidak besar dan nilai transaksi tidak mencapai rerata kuartal I-2019 Rp 9,7 triliun, nilai beli bersih investor asing (nett foreign buy) mencapai Rp 357,55 miliar di seluruh pasar dan Rp 410,49 miliar di pasar reguler saja.

Otomatis, dana asing yang masuk ke pasar saham kemarin menjadi faktor penambah bagi total nett foreign buy sejak awal tahun hingga menjadi Rp 67,71 triliun di seluruh pasar dan Rp 2,52 triliun di pasar reguler saja.

Penguatan IHSG terjadi berkat naiknya harga saham beberapa perusahaan, terutama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+1,36%), PT Astra International Tbk/ASII (+2,41%), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk/CPIN (+4,57%), dan PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+0,63%).
Penguatan IHSG itu sejalan dengan positifnya bursa utama Asia yang ditutup cenderung menguat menunggu pidato dari Gubernur The Fed Jerome Powell terkait suku bunga malam nanti, yang ternyata sangat diapresiasi positif, padahal sebelumnya pasar saham Benua Kuning justru lebih banyak yang memerah atau terkoreksi di awal perdagangan.

Kemarin sore, indeks Shanghai di China ditutup turun 0,44% yang kemungkinan dipengaruhi oleh rilis data inflasi Juni yang sama dengan prediksi pelaku pasar yaitu 2,7%.

Di sisi lain, indeks Hang Seng di Hong Kong naik 0,31%, Indeks Kospi di Korsel naik 0,33%, ASX 200 di Australia terangkat 0,36%, dan indeks Straits Times di Singapura terapresiasi 0,33%.

Selain menyambut pidato Powell, sentimen positif yang menyelimuti perdagangan di bursa saham di Asia datang dari optimisme bahwa kesepakatan dagang antara AS-China sudah kian dekat.

Selasa kemarin (9/7/2019) waktu AS, delegasi AS dan China melakukan pembicaraan via telepon. Delegasi AS terdiri dari Kepala Perwakilan Dagang Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sementara delegasi China terdiri dari Wakil Perdana Menteri Liu He dan Menteri Perdagangan Zhong San.

Menurut seorang pejabat AS, pembicaraan via telepon tersebut dilakukan "untuk melanjutkan negosiasi yang bertujuan menyelesaikan sengketa perdagangan yang belum terselesaikan", dilansir dari CNBC International.

Pejabat tersebut kemudian menambahkan bahwa "kedua belah pihak akan melanjutkan pembicaraan itu sebagaimana mestinya".

Pernyataan dari pejabat AS tersebut kemudian langsung dikonfirmasi secara kontan oleh Kementerian Perdagangan China dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada pagi hari ini waktu setempat.

Kesepakatan dagang antara AS dan China menjadi sangat krusial guna menghindarkan perekonomian keduanya dari yang namanya hard landing. Sejauh ini, AS telah mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor asal China senilai US$ 250 miliar, sementara China membalas dengan mengenakan bea masuk baru bagi produk impor asal AS senilai US$ 110 miliar.

Kala kesepakatan dagang bisa diteken, maka pengenaan bea masuk tersebut sangat berpotensi untuk dihapuskan, baik itu secara sekaligus maupun bertahap.

Sementara itu, sentimen positif lainnya bagi bursa saham Asia kemarin datang dari perkembangan terkait dengan RUU ekstradisi yang sempat memantik aksi protes besar-besaran di Hong Kong. Kemarin, pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam menyatakan bahwa pembahasan RUU ekstradisi 'sudah mati'.

Dengan pernyataan Lam tersebut, diharapkan tak ada lagi aksi protes di Hong Kong sehingga situasi di pasar saham pun menjadi lebih kondusif dan aksi beli bisa dilakukan.

Kondisi positif tersebut ternyata tidak seiring dengan pergerakan harga surat utang negara (SUN) yang justru sendu kemarin sejak awal perdagangan dan lebih banyak diwarnai penurunan harga dibanding penurunan pada empat seri acuan.

Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 6,4 basis poin (bps) menjadi 7,33%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Koreksi harga SUN pada perdagangan hari ini berpotensi mengakhiri tren reli harga yang relatif terjadi tidak terputus sejak 31 Mei. Penguatan tersebut terjadi sejak peringkat utang Indonesia diangkat Standard&Poor's menjadi BBB dan momentum itu ternyata didukung semakin kondusifnya pasar keuangan dunia karena semakin mesranya China-AS di tengah drama perang dagang.

Koreksi terjadi yang terjadi di pasar SUN kemarin lebih disebabkan oleh faktor teknikal setelah relatif tidak berhenti menguat sejak akhir Mei dan bertolak belakang dengan pasar saham yang biasanya searah.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.

Sayangnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) keburu ditutup stagnan berhasil mengikis pelemahan yang terjadi hampir seharian di perdagangan pasar spot kemarin sore.

Rupiah kembali ke Rp 14.125 per dolar kala penutupan pasar spot, seperti posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Padahal, kemarin malam dolar AS justru dilepas pelaku pasar dan nilai tukarnya melemah setelah pidato Gubernur The Federal Reserve Jerome Hayden 'Jay' Powell yang bernada sangat 'dovish' dan diapresiasi pelaku pasar.

Dollar Index, yang mewakili mata uang Amerika Serikat terhadap enam mata uang utama dunia yang lain, terkoreksi 0,42% menjadi 97,08 dari 97,48 yang didorong ekspektasi penurunan suku bunga acuan AS akan membuat likuiditas semakin cair dan menurunkan nilai tukar mata uang Negeri Paman Trump.

Berlanjut ke halaman 2 >>>>

(irv/irv)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2JsITF1
July 11, 2019 at 02:00PM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Kata-kata Powell Sejukkan Wall Street, Siap-siap Ngegas!"

Post a Comment

Powered by Blogger.