
Pada perdagangan hari Kamis (23/5/2019) Harga minyak Brent kontrak pengiriman Juli ditutup pada posisi US$ 68,05/barel, atau anjlok hingga 4,55%. Sementara harga light sweet (WTI) terjun bebas 5,71% ke posisi US$ 58,27/barel pada saat yang sama. Harga minyak jatuh lebih dari 5 % hanya dalam satu malam.
Penyebab utamanya adalah perang dagang AS-China yang ternyata masih memiliki potensi untuk tereskalasi.
Sebelumnya, perang dagang jilid II telah resmi dibuka pekan lalu. Ditandai dengan AS yang memberlakukan tarif 25% terhadap produk China senilai US$ 200 miliar, dan China yang mengumumkan kenaikan tarif sebesar 5%-25% untuk produk AS senilai US$ 60 miliar.
Namun tidak berhenti sampai di situ. AS kemudian memasukkan raksasa teknologi asal China, Huawei ke daftar hitam. Dengan begitu, perusahaan AS tidak boleh membeli produk-produk China tanpa adanya izin dari pemerintah.
Dampaknya ternyata meluas. Banyak perusahaan-perusahaan, bahkan yang juga bukan berasal dari AS, memutus hubungan dengan Huawei. Seperti Panasonic, dimana pabrikan elektronik asal Jepang tersebut berhenti membeli sejumlah komponen buatan Huawei. Perusahaan chip asal Inggris, ARM pun juga melakukan hal serupa.
Bahkan AS juga tengah mengkaji dampak dari kenaikan tarif 25% bagi produk-produk China lain (yang sebelumnya bukan objek perang dagang) senilai US$ 300 miliar.
Jika AS terus mendesak, kemungkinan besar China akan membalas. Genderang perang akan semakin santer terdengar.
Kala itu terjadi, aktivitas industri di seluruh dunia akan kena getahnya. Lambatnya perputaran rantai pasokan global membuat industri lesu. Perekonomian global akan semakin melambat (dari yang sudah lambat).
Maka tak heran apabila pelaku pasar menilai permintaan energi, termasuk minyak sulit untuk tumbuh, atau bahkan berkurang.
Kabar buruk lainnya adalah stok minyak mentah AS terus meningkat.
Stok minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 17 Mei 2019 melonjak hingga 4,7 juta barel, mengantarkan posisi inventori ke level 476,8 juta barel atau tertinggi sejak Juli 2017. Data tersebut diungkapkan oleh lembaga resmi pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA) pada hari Rabu (22/5/2019).
Beberapa analis mengatakan bahwa peningkatan inventori minyak AS terkait dengan aktifitas pengolahan di kilang-kilang yang lebih rendah dari biasanya, mengutip Reuters. Terutama aktifitas kilang di wilayah Midwest yang berada di level terendah sejak 2013.
Pekan lalu tingkat utilisasi kilang pengolahan minyak AS berada di level 89,9% dari kapasitas total. Sementara utilisasi kilang Midwest hanya sebesar 82,7% yang yang merupakan terendah sejak Mei 2013.
Ini bukan merupakan kabar baik bagi pasar minyak mentah karena menandakan konsumsi minyak yang cenderung terbatas. Apalagi sebentar lagi di daerah Amerika Utara akan memasuki musim panas.
Saat musim panas, masyarakat AS gemar berkendara untuk menikmati liburan dan konsumsi minyak akan berada pada level puncaknya. Namun aktifitas kilang yang lesu menandakan bahwa proyeksi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) tahun ini tidak akan setinggi biasanya.
Namun itu merupakan peristiwa masa lalu. Hari kemarin sudah lewat, bagaimana kondisi hari ini?
BERLANJUT KE HALAMAN 2>>> (taa/hps)
http://bit.ly/2VO8Vp4
May 24, 2019 at 03:52PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Harga Minyak Anjlok 5%, Brent Tinggalkan Level US$ 70/barel"
Post a Comment