Jenama itu merupakan karya dari Andrew Ritchie yang mulai beredar sejak tahun 1975. Ukurannya mungil. Namun, Brompton jadi semacam gaya hidup lantaran banyak hal, salah satunya dapat mempermudah hidup menjadi lebih praktis.
Hal itu diakui sejumlah narasumber yang diwawancara CNBC Indonesia sepanjang pekan lalu. Mereka adalah Aswin Gantina dan Ahmad Muttaqin dari Brompton Monas Cyclists (BMC).
"Saya menyukai sepeda Brompton itu sejak 3-4 tahun lalu atau sekitar 2015. Awal ketertarikan karena memang awalnya suka olahraga dan itu juga gampang dibawa pergi kemana-mana," kata Aswin kepada CNBC Indonesia.
Foto: Aswin, anggota komunitas sepeda Brompton, memiliki 3 tipe sepeda mulai dari harga Rp 22 juta hingga Rp 40 juta (CNBC Indonesia / Fitriyah Said)
|
Pegawai di salah satu lembaga pemerintah itu menuturkan, sepeda Brompton perdana kepunyaannya dibeli dari kawannya yang dijual seharga Rp 20 juta. Seiring berjalannya waktu, koleksi sepeda Aswin pun bertambah.
"Sekarang sudah punya tiga sepeda lipat. Beda warna, beda seri yang dua sama, yang satu special edition Gold Asian atau hanya ada 1.000 unit di seluruh Asia kala itu dan harganya itu saya beli Rp 40 juta-Rp 45 juta," ungkapnya.
Melihat kegemaran Aswin, tentu timbul tanya. Tidakkah sayang mengeluarkan uang sedemikian banyak untuk sebuah sepeda? Menjawab pertanyaan itu, Aswin memberikan penjelasan.
"Ini sudah hobi jadi dibela-belain kencangkan ikat pinggang untuk beli. Saya suka bawa juga saat tugas keluar atau ke kantor. Dan setiap Selasa dan Jumat suka kumpul sama komunitas di Monas untuk gowes bersama," kata Aswin.
Berbanding terbalik dengan harga beli setiap unit sepeda, biaya perawatan tidaklah mahal. Perawatan rutin dilakukan dua pekan sekali dengan banderon antara Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu. Perawatan meliputi pengecekan rem. Sedangkan penggantian ban dilakukan setiap tahun sekali tergantung pemakaian.
"Ada montir untuk perawatan ini. Rutinnya bisa dibawa bengkel, enggak terlalu susah," ujar Aswin.
Foto: Istimewa
|
Lain lagi cerita Ahmad Muttaqin, seorang pegawai di salah satu BUMN. Kisah cintanya kepada Brompton tak lepas dari hobinya berolahraga.
"Jadi saat saya pindah dari Bandung ke Jakarta pada 2016, saya berpikir cari kendaraan yang praktis dan bisa dibawa jadi saya pilih sepeda lipat," katanya kepada CNBC Indonesia.
Dia mengaku sepeda pertama yang dibeli senilai Rp 22 juta dan itu bukanlah sepeda baru. Sebagaimana Aswin, Muttaqin tak ragu mengeluarkan puluhan juta rupiah demi sebuah unit Brompton.
"Saya rasa bila dilihat dari sisi teknologi kita lihat harga segitu memang tepat. Artinya dari bahan juga mutakhir dan handmade pembuatannya saya kira sesuai," ujar dia.
Foto: Ahmad Muttaqin yang menjadi ketua komunitas sepeda Brompton Jakarta (CNBC Indonesia/Fitriah Said)
|
Setelah membeli sepeda pertama, enam bulan kemudian pria asal Bandung itu pun menambah koleksi. Muttaqin membeli sepeda lipat berbahan titan yang menurutnya lebih ringan saat dibawa dengan harga Rp 33 juta.
"Jadi kalau sepeda lipat bahan titan itu bisa meredam gonjangan. Di samping itu lebih enak dibawa karena lebih ringan," katanya.
Berbicara perawatan, Muttaqin mengaku tidak memiliki waktu khusus. Di mana dia merasa sepeda mulai tidak nyaman saat gowes, maka tunggangan langsung diservis.
"Saya terakhir sepeda saya bawa ke Bali, Danau Toba, Bandung-Jakarta dan setelah itu baru saya servis. Jadi itu tergantung dari perasaan si pengendara. Untuk sekali perawatan sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu," ungkapnya.
Kepada para pemula di dunia sepeda lipat, pria 55 tahun ini memiliki saran agar sebaiknya untuk mengenali spesifikasi dari berbagai merek. Sebab, secara tidak langsung itu membuktikan ketangguhan sepeda tersebut dalam menelusuri rute-rute jalanan yang dilewati.
[Gambas:Video CNBC] (miq/miq)
http://bit.ly/2K5rdQo
May 26, 2019 at 08:05PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "'Kencangkan Ikat Pinggang' Demi Brompton Puluhan Juta Rupiah"
Post a Comment