Sepanjang minggu ini rupiah tidak bergerak karena pasar spot masih libur cuti bersama memperingati Idul Fitri. Namun, rupiah menunjukkan kekuatannya pada pekan keempat bulan Mei kemarin dengan penguatan sebesar 0,8% pada level Rp 14.270/US$.
Melihat kinerja rupiah sejak awal tahun, kinerja mata uang Garuda nyatanya tidak terlalu terpuruk dibandingkan dengan mata uang lainnya. Rupiah menempati peringkat ke-4 dibandingkan mata uang kawasan Asia lainnya.
![]() |
Kali terakhir Indonesia mendapatkan peringkat BBB dari lembaga pemeringkat (rating agency) yang berkantor pusat di New York tersebut pada tahun 1995 atau 24 tahun yang lalu.
"Kami menaikkan peringkat utang sebagai cerminan kuatnya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan yang mendukungnya seiring perkiraan kembali terpilihnya Presiden Joko Widodo (Jokowi). Peringkat utang Indonesia akan terus didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah," sebut keterangan tertulis S&P.
Menurut S&P, Indonesia memang layak mendapatkan 'hadiah' kenaikan rating. Dalam 10 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 4,1%. Jauh di atas negara-negara dengan peringkat utang yang sama yaitu 2,2%.
Sepanjang pemerintahan Jokowi, S&P juga memperkirakan defisit anggaran negara stabil rendah di kisaran 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, beban utang dianggap relatif minim.
Kabar gembira dari S&P tersebut menjadi obat kuat yang ampuh buat rupiah. Sebab, keputusan tersebut membuat arus modal asing mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia.
Di pasar saham, investor asing membukukan beli bersih mencapai Rp 1,43 triliun yang mengantar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,72% pada level 6.209.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/prm)
http://bit.ly/2XzoHpJ
June 09, 2019 at 09:30PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Lima Bulan Berlalu, Rupiah "Nangkring" di Peringkat 4 Asia"
Post a Comment