Berdasarkan data SKK Migas, untuk lifting minyak, dari PT Pertamina EP (PEP) hanya terealisasi 93% atau sebesar 79.340 BOPD dari target harian APBN yang sebesar 85.000 BOPD. SKK Migas mencatat, decline rate ini lebih tinggi dari prognosis awal, ditambah hasil beberapa kegiatan yang belum mencapai ekspektasi. Untuk produksi minyaknya, sampai dengan 30 April 2019 sebesar 82.201 BOPD.
Selanjutnya kinerja lifting minyak Pertamina Hulu Mahakam (PHM). Sampai dengan akhir April 2019 lifting minyaknya sebesar 42.717 BOPD atau 85% dari target APBN yang sebesar 50.400 BOPD. Berdasarkan catatan SKK Migas, terjadi decline rate yang lebih tinggi di akhir 2018, serta belum berproduksinya beberapa sumur yang sudah selesai dibor. Untuk produksi minyak dan kondensat di PHM, tercatat sebesar 37.519 BOPD.
Berikutnya adalah lifting Pertamina Hulu Energi OSES. Untuk lifting minyak, hanya terealisasi 89% atau sebesar 28.577 BOPD dari target harian APBN yang sebesar 32.000 BOPD. Produksi minyaknya sebesar 29.048 BOPD. Adanya isu integrity pipeline (pipa terintegrasi) serta permasalahan downhole menjadi faktor belum tercapainya target.
Adapun, untuk Pertamina Hulu Energi ONWJ Ltd (PHE ONWJ), sampai dengan akhir April 2019 lifting minyaknya sebesar 28.646 BOPD atau 87% dari target APBN yang sebesar 33.090 BOPD. Berdasarkan catatan SKK Migas, mundurnya kegiatan pemboran di Echo karena faktor cuaca menjadi penyebab belum tercapainya target. Sementara untuk produksi minyak dan kondensat di PHE ONWJ, tercatat sebesar 28.850 BOPD.
Di sisi lain, untuk kinerja lifting gas PHM sampai 30 April 2019, realisasinya baru 61% dari target APBN yang sebesar 1.100 MMSCFD, atau baru sebesar 667 MMSCFD. Sedangkan realisasi produksi gas PHM di Blok Mahakam hingga akhir April 2019 tercatat sebesar 725 MMSCFD. Decline rate yang lebih tinggi di akhir 2018, serta belum berproduksinya beberapa sumur yang sudah dibor dinilai menjadi penyebab belum tercapainya target.
Lifting gas Pertamina EP per 30 April 2019 tercatat sebesar 95% dari target harian APBN yang sebesar 810 MMSCFD, atau sebesar 770 MMSCFD. Realisasi produksinya sebesar 965 MMSCFD. Adanya decline rate yang tinggi di akhir 2018 disebut menjadi penyebab target belum tercapai.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan, belum tercapainya target juga disebabkan ada beberapa kendala dalam proses untuk investasi yang dapat menjaga penurunan laju produksi dan lifting.
"Kami sudah bertemu dengan Pertamina dan berkoordinasi, dan yang kami harapkan Pertamina bisa percepat investasi mereka di 2019, sehingga produksi dan lifting bisa kembali," ujar Dwi saat dijumpai di Jakarta, Rabu (8/5/2019).
Ia mencontohkan, rencana pengeboran 118 sumur di blok Mahakam di tahun ini. Dwi menyebut, sampai saat ini sudah selesai pengeboran sekitar 30 sumur dan dari 30 sumur tersebut baru 20 sumur yang bisa onstream atau alirkan produksi.
"10 sumur lagi sedang selesaikan infrastruktur. Memang harus dikejar, karena dari sisi waktu sudah termakan empat bulan pertama. Sedangkan ada 118 sumur, harus dikejar kegiatan investasi ke depan," pungkas Dwi.
Direktur Operasi SKK Migas Fatar Yani menambahkan, memang ada gap besar bagi Pertamina untuk mengejar ketertinggalan. Misalkan untuk melihat potensi-potensi kecil, dan teknologi-teknologi baru sudah mulai diterapkan.
"PEP bisa kita kejar jumlah sumur, teknologi baru untuk unlock sumur yang sulit mengalir. Minimal gap dari dia kami targetkan kecil. Arahnya ke sana. Setiap bulan juga rapat dengan Pertamina, dan mereka punya program accelerate apapun untuk bisa percepat kenaikan produksi," tandas Fatar.
![]() |
![]() |
http://bit.ly/2Yhtmww
May 09, 2019 at 09:16PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Lifting Migas Meleset Target, Pertamina Dapat 'Rapor Merah'!"
Post a Comment