Yen Jepang menjadi mata uang yang paling bersinar sepanjang pekan ini, karena dalam 3 hari perdagangan selalu berhasil menguat melawan dolar AS. Pada perdagangan Kamis pagi ini (9/5/19) kondisi serupa masih terjadi, yen menguat terhadap dolar AS.
Perundingan damai dagang antara AS dan China menjadi headline utama di pekan ini. Negosiasi itu makin memanas setelah Presiden AS Donald Trump kembali mengancam akan menaikkan tarif impor.
Hal ini membuat mata uang sebagai investasi minim risiko atau safe haven kembali berjaya, sementara sentimen lain dari masing-masing negara juga belum bagus.
Negosiator China termasuk Wakil Perdana Menteri Liu He datang ke Washington untuk mengadakan perundingan dagang dan keputusan hasil negosiasi akan diambil pada Jumat (10/5/19) besok.
Presiden Trump mengatakan Liu datang ke AS untuk menandatangani kesepakatan dagang, sehingga bisa berujung pada damai dagang kedua raksasa ekonomi dunia ini.
Namun di sisi lain, Pemerintah Tiongkok sudah menyiapkan pengenaan tarif balasan seandainya perundingan kembali buntu, dan AS kembali menaikkan tarif impor barang-barang made in China.
Kementerian Perdagangan China pada Rabu kemarin mengatakan akan membalas jika AS menaikkan tarif impor menjadi 25% dari sebelumnya 10% terhadap produk-produknya senilai US$ 200 miliar. Jika hal tersebut terjadi, pasar harus bersiap untuk babak baru perang dagang.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Zona Euro Dipangkas
Di Eropa, sentimen bagi pasar juga tidak sepi. Komisi Eropa memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Zona Euro tahun ini menjadi 1,2% dari sebelumnya 1,3%.
Sementara itu, pertumbuhan dari Jerman, sebagai motor penggerak ekonomi di blok 19 negara Eropa ini, dibabat menjadi 0,5% dari sebelumnya 1,5%. Perang dagang AS - China menjadi faktor utama dibalik pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut.
Jika muncul babak baru perang dagang, kondisi ekonomi bisa jadi semakin memburuk, dan ancaman resesi di Eropa bisa semakin kuat. Hal ini membebani pergerakan mata uang euro di pekan ini.
Di Inggris, kisruh politik di internal negara tersebut masih membatasi pergerakan kurs poundsterling, bahkan cenderung menekan mata uang Inggris tersebut.
Katalis negatif terbaru yakni turunnya dukungan warga Inggris terhadap Partai Konservatif selaku partai pendukung pemerintah dan Partai Buruh selaku partai oposisi. Hal tersebut tercermin dari turunnya perolehan suara dua partai tersebut dalam pemilu lokal pekan lalu.
![]() |
Pembahasan proposal soal keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit yang tidak kunjung usai membuat warga Inggris geram. Analis dari Bank ING memprediksi tidak adanya kemajuan berarti dari perundingan antara Partai Konservatif dengan Partai Buruh membuat pound tertekan, dan berpeluang turun ke US$ 1,2950.
Posisi pound saat ini di sekitar US$ 1,3000, memang target penurunan tidak terlalu jauh, namun jika terus tertahan di bawah US$ 1,3000 yang terlihat menjadi level psikologis, pound bisa turun lebih dalam lagi.
Skenario utama dalam di pasar forex pekan ini adalah bagaimana hasil perundingan dagang AS - China. Jika tercapai damai dagang, yen kemungkinan besar akan melemah lawan dolar AS, euro dan poundsterling punya kesempatan untuk menguat.
Sebaliknya jika babak baru perang dagang yang terjadi, yen berpeluang menguat lawan dolar, sementara euro dan pound akan kembali jeblok lawan mata uang AS ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA (tas)
http://bit.ly/2PUOvJZ
May 09, 2019 at 03:38PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mau Trading Forex? Cermati Sentimen Bernas Hari Ini"
Post a Comment