Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) Linda Maulidina mengatakan saat ini mulai terlihat lebih banyak perbankan yang melakukan pembelian surat-surat berharga.
"Pertumbuhan kredit memang signifikan tapi mulai lebih banyak perbankan yang menanamkan dalam surat-surat berharga ke korporasi non-keuangan. Memang korporasi sektor non-keuangan lebih memilih utamanya kredit langsung dari perbankan, tapi mulai banyak korporasi yang menerbitkan surat berharga," kata Linda dalam acara Bincang-Bincang Media (BBM) BI, Senin (1/4/2019).
BI sendiri akan memberlakukan batas bawah dan batas atas RIM menjadi 84%-94% dari sebelumnya 80%-92%. Aturan ini mulai berlaku bagi perbankan mulai 1 Juli nanti. Linda menyebut kebijakan dibuat guna mengantisipasi kondisi ekonomi ke depan. Saat ini juga makin marak perusahaan BUMN yang menerbitkan surat berharga yang membiayai proyek-proyek prioritas
"Apakah dampaknya signifikan terhadap kredit? kita lihat ke depannya. Pada saatnya nanti tidak lama lagi perbankan akan bisa memilih antara penanaman langsung atau tidak langsung," tuturnya.
Kendati demikian, bank juga masih harus tetap menyalurkan kredit kepada masyarakat karena komitmen tersebut sudah tertuang dalam Rencana Bisnis Bank (RBB). Hal ini membuat pemberian kredit jadi faktor utama yang harus dicapai terlebih dulu sebelum menanamkan pada alternatif lain.
"Ke depan tidak menutup kemungkinan apabila bank sudah melihat maraknya pasar obligasi ke depan dia punya alternatif turut melakukan pembiayaan dengan risiko yang lebih kecil dibanding pemberian kredit," ujarnya.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
|
Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Susi Wandayani menambahkan jenis-jenis surat berharga yang dihitung memiliki beberapa kriteria, diantaranya surat berharga tersebut bisa berupa Medium Term Notes (MTN) dan obligasi kecuali obligasi subordinasi.
Surat berharga bisa dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk. Surat berharga ditawarkan melalui public offering dan ditatausahakan melalui PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
BI menerbitkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/5/PADG/2019 tentang perubahan ketiga atas PADG Nomor 20/11/PADG/2018 tanggal 31 Mei 2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS).
PADG ini merupakan tindak lanjut dari keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 21 Maret 2019 untuk memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Kebijakan tersebut ditempuh untuk mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan ekonomi dengan tetap memperhatikan terjaganya stabilitas sistem keuangan.
Simak video proyeksi pertumbuhan kredit 2019 di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]
(roy/roy)
https://ift.tt/2OAtCTF
April 02, 2019 at 01:50AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "RIM Longgar, Bank Borong Obligasi Ketimbang Salurkan Kredit"
Post a Comment