Dalam kesaksiannya Warasman menjelaskan bahwa dengan adanya kewenangan penyidik OJK tidak akan mengurangi kewenangan penyidik kepolisian. Pasalnya, penyidik kepolisian tetap akan melakukan penyidikan terhadap kasus tindak pidana jasa keuangan jika laporan diterima di kepolisian.
"Sekarang terserah masyarakat mau lapor ke mana, yang jelas sudah ada penampungannya. Mau ke polisi atau ke OJK, silakan tidak ada masalah. Bila perlu gelar perkara pun saling undang, bagaimana pembuktiannya, bagaimana korelasi perbuatan dengan dugaan tindak pidana itu," jelas Warasman dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Anwar Usman, hari ini.
Warasman mengemukakan penyidik di tubuh OJK itu terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan penyidik dari kepolisian yang bertugas di OJK. Penyidikan yang dilakukan di OJK justru lebih efektif dan efisien karena tidak membuat penyidikan di kepolisian menumpuk.
![]() |
"Tidak berkurang malah justru lebih bagus karena kerjaan yang numpuk di kepolisian tapi ada lembaga OJK yang memiliki kewenangan khusus di penyidikan ini [bidang keuangan], menjadi lebih bagus untuk penyelesaiannya, lebih bagus untuk penanganannya," jelas Warasman.
Sebelumnya sidang ini telah memasuki pemeriksaan para ahli. Bermula dari Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) yang mengajukan gugatan uji materiil kewenangan penyidikan OJK karena dianggap bertentangan UUD 1945. Menurut penggugat, pasal 1 ayat 1 Undang-Undang (UU) OJK bisa menimbulkan kesewenang-wenangan karena penyidik OJK tidak di bawah koordinasi kepolisian.
Pemimpin Divisi Hukum PT Bank Negara Indonesia (BNI) Johansyah yang turut menjadi saksi dalam sidang menjabarkan dari sisi hukum materiil dan formil sudah memberikan kepastian hukum. Pasalnya, pada Pasal 49 ayat 1 UU OJK telah termaktub bahwa penyidik OJK dalam melaksanakan wewenangnya merujuk pada KUHAP (kitab undang-undang hukum acara pidana).
"Di Pasal 49 ayat 1 UU OJK dimuat bahwa penyidik OJK dalam melaksanakan tugasnya merujuk pada KUHAP kalau tidak diatur khusus di UU OJK, maka akan mengacu pada KUHAP sebagai lex generalisnya. Kami lihat rumusan ini sudah beri kepastian baik dari sisi hukum materiil dan hukum formilnya," tuturnya.
Johansyah juga bersaksi bahwa dengan adanya kewenangan penyidikan oleh OJK akan memudahkan proses identifikasi hal-hal yang diangga sebagai tindak pidana di sektor jasa keuangan. OJK, kata Johansyah, sudah biasa bertugas sebagai pengawas.
"OJK sehari-hari melakukan tugas pengawasan terhadap operasional jasa keuangan, termasuk di perbankan. Kami lihat dalam kewenangan ini justru akan memudahkan identifikasi," ujarnya.
Kepala Departemen Hukum OJK Rizal Ramadani kesaksian para saksi sudah memenuhi rasa keadilan bagi pihak OJK. Ia menegaskan bahwa kewenangan polisi tidak kemudian menjadi berkurang dan tidak kewenangan OJK tidak membuat terjadinya overlaping antara penyidik OJK dan penyidik di kepolisian.
"OJK kan tadi dikatakan profesional karena tidak hanya melakukan penyidikan tapi juga pengawasan sehingga dari pengawasan ke penyidikan itu berjalan fair." ucapnya usai sidang.
Ketua Majelis Hakim memutuskan sidang ditunda hingga Selasa, 23 April 2019 dan akan dilaksanakan pada pukul 11.00 WIB. Pemerintah berencana mengajukan tiga orang ahli, meliputi ahli hukum tata negara, ahli hukum pidana dan ahli hukum comparative law. Dari pihak pemohon juga akan menghadirkan satu saksi ahli dalam bentuk tertulis karena yang bersangkutan sedang menjalani masa tahanan.
Sebelumnya, Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) mengajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi soal kewenangan penyidikan OJK karena dianggap bertentangan UUD 1945. Menurut penggugat, pasal 1 ayat 1 UU OJK bisa menimbulkan kesewenang-wenangan karena penyidik OJK tidak di bawah koordinasi kepolisian.
(roy/roy)
http://bit.ly/2uSogtX
April 10, 2019 at 12:16AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "OJK Punya Kewenangan Penyidikan, Polisi Merasa Terbantu!"
Post a Comment