Penguatan tertinggi IHSG terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar 86,98%. Bukan tanpa alasan, kondisi perekonomian dunia setelah krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) membawa pengaruh positif bagi perekonomian Indonesia.
![]() |
The Fed juga mulai membanjiri pasar dengan likuiditas pada masa itu untuk memacu perekonomian yang dikenal dengan istilah quantitative easing. Selang pemilu 2019 kali ini, potensi penguatan IHSG masih cukup terbuka seiring risiko kenaikan suku bunga tidak bertambah.
Setelah tahun 2018 lalu menaikkan suku bunganya hingga empat kali, The Fed berencana tidak menaikkan suku bunga acuannya sepanjang 2019. Hal ini berpotensi diikuti Bank Indonesia (BI) yang berpotensi menahan suku bunga BI 7 Daya RR nya di 6%.
Maklum saja, kinerja saham akan lebih maksimal ketika suku bunga rendah. Hal ini dikarenakan beban bunga yang ditanggung perusahaan dalam operasinya menjadi lebih ringan.
Sentimen positif selanjutnya adalah masuknya dana-dana asing ke dalam negeri. Sepanjang tahun ini, IHSG kebanjiran dana asing hingga Rp 8,7 triliun di pasar reguler. Jika ditambah dengan pasar tunai dan negosiasi angkanya bahkan menyentuh Rp 14,69 triliun.
Analisis Teknikal
![]() |
Meski jangka dalam jangka panjang tampak tertekan, namun dalam jangka panjang IHSG mempunyai kecenderungan menguat. Indeks masih bergerak di atas garis rata-rata nilainya selama 100 hari (moving average/MA100).
Bahkan IHSG masih mempunyai potensi untuk menguji level 6.689 sebagai level tertingginya sepanjang masa, yang dicapai pada tanggal 19 Februari 2018 lalu. Secara teknikal level tersebut merupakan level penghalang kenaikan (resistance) yang harus dilewati IHSG tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/prm)
http://bit.ly/2ZbmDFC
April 14, 2019 at 07:16PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Selalu Positif Saat Pemilu, IHSG Masih Potensi Tembus Rekor"
Post a Comment