
Ada satu sentimen yang membuat ruang gerak rupiah terbatas, yaitu harga minyak. Pada pukul 09:06 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,21% dan 0,31%. Dini hari tadi, harga minyak sempat merosot sampai sekitar 1%. Penyebabnya adalah kemungkinan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) untuk kembali menaikkan produksi setelah menguranginya sejak akhir tahun lalu. "Jika pasokan anjlok dan harga minyak naik sampai US$ 85/barel, maka itu bukan hal yang ingin kami lihat. Jadi kami akan naikkan produksi," ungkap seorang sumber di OPEC kepada Reuters.
Namun sepertinya sentimen itu tidak bertahan lama. Investor malah balik bernafsu saat melihat harga minyak yang sudah mudah. Technical rebound terjadi.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak bukan berita baik. Sebab, Indonesia adalah negara net importir minyak yang tidak punya pilihan selain mengimpor untuk memenuhi kebutuhan domestik. Jadi kalau harga minyak naik, maka biaya impor komoditas ini akan semakin mahal. Tentu akan semakin banyak valas yang 'terbakar' demi mendatangkan minyak dari luar negeri. Hasilnya adalah rupiah kekurangan 'darah' sehingga cenderung melemah. Dinamika di pasar komoditas ini semakin membebani laju rupiah, yang bersama-sama dengan mata uang Asia tidak berdaya di hadapan dolar AS. Ya, hampir seluruh mata uang utama Benua Kuning melemah di hadapan dolar AS. Peso Filipina menjadi mata uang terlemah di Asia. Kemudian di atas peso ada ringgi Malaysia sementara rupiah berada di posisi ketiga terbawah. Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 09:15 WIB:TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
http://bit.ly/2IkbNrN
April 12, 2019 at 04:22PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Aduh, Rupiah Kini di Posisi Ketiga Terbawah Asia"
Post a Comment