Dalam paparannya, ia mengatakan pemerintah Indonesia telah mampu mengelola perekonomian dengan cukup baik saat berbagai krisis dan tantangan global menghadang dalam beberapa tahun terakhir.
"Kami membuat penyesuaian kebijakan bersama BI (Bank Indonesia). Kami berkomunikasi dengan pasar, bahwa di tengah gejolak ini kami akan mempertahankan stabilitas walaupun itu berarti mengorbankan pertumbuhan," ujarnya, Selasa (9/4/2019) waktu setempat.
"Kami (pemerintah) melakukan belanja yang selektif, yang tidak prioritas kami tunda demi menciptakan keyakinan yang lebih baik dalam neraca eksternal," tambahnya.
Namun, di tengah penyesuaian kebijakan termasuk pengetatan kebijakan moneter bank sentral, Indonesia tetap mampu tumbuh dengan momentum yang kuat, kata Sri Mulyani.
![]() |
Produk domestik bruto (PDB) Indonesia tumbuh 5,17% di 2018 atau tertinggi dalam lima tahun terakhir. Laju pertumbuhan itu didorong oleh konsumsi rumah tangga, investasi, dan pulihnya ekspor, kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.
"Untuk mempertahankan pertumbuhan di tengah kebijakan moneter yang ketat, suku bunga yang naik, itu menunjukkan daya tahan ekonomi kami," tegasnya.
Ia juga mengutip rendahnya inflasi Indonesia yang hanya 3% dibandingkan rata-rata di atas 6% dalam beberapa tahun sebelumnya.
Depresiasi rupiah sebagai akibat normalisasi kebijakan moneter di AS disebutnya masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain.
"Ketika bicara dengan para pemegang obligasi (Indonesia) di sini, mereka bahkan kecewa karena mereka ingin rupiah lebih lemah lagi," ujar Sri Mulyani yang disambut tawa para hadirin.
"Namun, bagi Anda, bagi banyak orang Indonesia dan keluarga Anda di sana, tentu mereka ingin rupiah lebih kuat lagi." (wed)
http://bit.ly/2uWJgj3
April 10, 2019 at 08:54PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Di New York, Sri Mulyani Ungkap Pihak yang Ingin Rupiah Lemah"
Post a Comment