
Sehari setelah hari pemilihan presiden dan pemilihan wakil legislatif pada 17 April 2019 kemarin, harga surat utang negara (SUN) naik, dan masih dapat berlanjut hingga H+14 mengingat saat ini makroekonomi Indonesia sedang mendukung.
Penguatan harga terjadi pada hampir seluruh SUN seri acuan pada Kamis dan menurunkan tingkat imbal hasil (yield)-nya di pasar. Turunnya yield tersebut terjadi sebesar 4,7 basis poin (bps) menjadi 7,58% pada seri 10 tahun yang lumrah dijadikan acuan.
Data makroekonomi yang terakhir diumumkan yaitu cadangan devisa dan neraca perdagangan membuat pelaku pasar optimistis menyongsong agenda pengumuman data inflasi pada awal bulan depan dan data defisit neraca berjalan (current account deficit/CAD) pada pertengahan Mei.
Sejak tahun lalu, CAD menjadi perhatian dari investor global sebagai salah satu indikator makroekonomi yang perlu diperbaiki oleh pemerintah, terutama dari lembaga pemeringkat global seperti Fitch Ratings dan Standard&Poor's (S&P) yang berada pada sisi investor obligasi.
Penguatan tersebut tidak seperti pada H+14 pilpres pada tahun 2014, ketika kali pertama Joko Widodo mengungguli Prabowo Subianto dalam proses hitung cepat yang digelar mayoritas lembaga survey.
Kemenangan Jokowi versi hitung cepat tersebut sering disebut sebagai Jokowi Effect. Penguatan harga obligasi rupiah pemerintah tahun ini tercatat juga terbantu oleh sentimen positif pasar keuangan global yang merebak sejak Senin pekan ini.
Berkaca pada 2014, harga obligasi hanya menguat sehari dan justru terkoreksi hingga 14 hari pasca hari pemilihan karena kondisi makroekonomi Indonesia sering dinilai belum sekuat saat ini.
Meskipun positif sejak awal pekan ini, sepanjang 2 pekan ke belakang harga SUN justru terkoreksi akibat kondisi global akibat ancaman perang dagang Uni Eropa-Amerika Serikat dan Brexit.
Kontraksi pasar karena kedua peristiwa tersebut menekan minat investor global untuk masuk ke instrumen berisiko seperti pasar obligasi rupiah pemerintah Indonesia dan mendorong aksi jual.
Hasilnya, harga SUN turun dan mengangkat yield seri 10 tahun 2,5 bps menjadi 7,62% pada 16 April dari 7,6% pada 4 April. Koreksi sebelum hari pilpres itu tidak terjadi pada 2014, yaitu ketika seri acuan 10 tahun pada periode tersebut mengalami kenaikan harga sekaligus penurunan yield sebesar 3,9 basis poin menjadi 8,06% pada 8 Juli dari 8,1% pada 24 Juni.
Tanggal | FR0078 2019 |
4/2/2019 | 7.604 |
4/4/2019 | 7.588 |
4/5/2019 | 7.563 |
4/8/2019 | 7.629 |
4/9/2019 | 7.657 |
4/10/2019 | 7.668 |
4/11/2019 | 7.67 |
4/12/2019 | 7.684 |
4/15/2019 | 7.664 |
4/16/2019 | 7.629 |
4/17/2019 | Pilpres |
4/18/2019 | 7.582 |
TIM RISET CNBC INDONESIA (irv/hps)
http://bit.ly/2vilFtb
April 20, 2019 at 02:07AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jokowi Effect Bisa Picu Reli Panjang Obligasi RI"
Post a Comment