Dengan digabungkannya penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dengan penyidik kepolisian menjadi satu tim dinilai akan memudahkan koordinasi satu sama lain dalam proses penyidikan.
"Setelah ada laporan kejadian dari tindak pidana sektor keuangan maka diterbitkan sprindik dalam OJK itu digabungkan lah penyidik kepolisian yang ada dengan PPNS. Kenapa dijadikan satu? untuk lebih efisien. Kalau keduanya bergabung maka akan lebih cepat, tepat dan lebih baik jadi tidak lagi saling menunggu karena bisa bertukar data, bisa saling memberikan keahlian," papar Warasman dalam agenda sidang mendengar keterangan saksi di Mahkamah Konstitusi (MK), hari ini.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Anwar Usman, Warasman menjelaskan dalam proses penyidikan oleh OJK maka sprindik (surat perintah penyidikan) dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) akan diterbitkan oleh penyidik OJK. Warasman menegaskan, dalam hal ini bukan OJK sendiri atau kepolisian sendiri yang menerbitkan sprindik atau SPDP karena sudah menjadi satu tim.
![]() |
"Siapa yang menerbitkan SPDP? penyidik OJK, bukan penyidik dari kepolisian. Jadi penyidik OJK namanya [dalam surat]. SPDP dikirim paling lambat 7 hari ke kejaksaan. Jadi bukan dari kepolisian di luar itu karena jadi satu tim," ungkap Warasman.
Warasman melanjutkan, bila terjadi praperadilan maka surat juga dilayangkan ke penyidik OJK. Dengan begitu, Warasman melanjutkan, tidak ada tumpang tindih atau overlap kewenangan dua lembaga yakni OJK dan kepolisian. Semua tergantung darimana laporan berasal. Jika laporan masyarakat diterima polisi maka kepolisian akan menangani. Jika laporan diterima OJK maka penyidik OJK yang akan menangani.
"Jadi bagaimana sinergitas supaya tidak tumpang tindih? kan tidak mungkin dua laporan di dua lembaga. Objek, subjek dan materi perkara sama itu tidak mungkin. Maka itu pentingnya Memorandum Of Understanding (MoU) yang sudah kita tanda tangani. Kita juga akan saling beri tahu," katanya.
Pemimpin Divisi Hukum PT Bank Negara Indonesia (BNI) Johansyah menambahkan pada praktek penanganan kasus perbankan biasanya baik OJK dan kepolisian akan melakukan koordinasi bila kasus sebelumnya sudah pernah ditangani salah satu pihak. "Maka penyidik kepolisian akan mencatat. Akan mempertimbangkan dalam gelar perkara," ujarnya.
Johansyah menyampaikan sampai saat ini proses penyidikan yang dilakukan OJK biasanya didahului dengan pemanggilan bukti-bukti dokumen tertulis sehingga proses diskusi dilakukan lebih awal, termasuk menghadirkan pengawas. "Kami bisa langsung mengklarifikasi hal-hal yang area bisnis judgment biasanya. Itu jadi hal yang dipertimbangkan penyidikan," ungkapnya.
"Proses penyidikan yang dilakukan sudah pertimbangkan banyak aspek. Tidak ada hal yang memberi celah bahwa ini belum bisa memberikan jaminan di jasa keuangan untuk kami di praktisi keuangan." tutupnya.
Sebelumnya sidang ini telah memasuki pemeriksaan para ahli. Bermula dari Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) yang mengajukan gugatan uji materiil kewenangan penyidikan OJK karena dianggap bertentangan UUD 1945. Menurut penggugat, pasal 1 ayat 1 Undang-Undang (UU) OJK bisa menimbulkan kesewenang-wenangan karena penyidik OJK tidak di bawah koordinasi kepolisian.
Ketua Majelis Hakim memutuskan sidang ditunda hingga Selasa, 23 April 2019 dan akan dilaksanakan pada pukul 11.00 WIB. Pemerintah berencana mengajukan tiga orang ahli, meliputi ahli hukum tata negara, ahli hukum pidana dan ahli hukum comparative law. Dari pihak pemohon juga akan menghadirkan satu saksi ahli dalam bentuk tertulis karena yang bersangkutan sedang menjalani masa tahanan.
(roy/roy)
http://bit.ly/2YZVgyc
April 10, 2019 at 01:45AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "OJK Lakukan Penyidikan, Tak Ada Tumpang Tindih Wewenang"
Post a Comment