Search

2019 Berakhir, Nasib 7 Tambang Batu Bara Raksasa Masih Suram

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib 7 tambang batu bara raksasa RI selama setahun belakangan ini masih tekatung-katung. Hingga kini, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru satu perusahaan tambang yang mengajukan perpanjangan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B).

Jika mendapat perpanjangan, status PKP2B akan berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUPK OP). Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Kementerian ESDM mengatakan baru PT Arutmin Indonesia yang mengajukan perpanjangan kontrak.

"Dan (yang) sudah mengajukan (PT Arutmin) permohonan menjadi IUPK operasi produksi perpanjangan," ungkap Dirjen Mineral dan Batu Bara ESDM Bambang Gatot Ariyono, Kamis (28/11/2019).


Sejumlah 7 perusahaan yang akan segera habis kontrak pertambangannya, yakni : PT Arutmin Indonesia yang habis 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang habis 13 September 2021, PT Kaltim Prima Coal yang habis 31 Desember 2021. Ada pula PT Multi Harapan Utama habis 1 April 2022, PT Adaro Indonesia habis 1 Oktober 2022, PT Kideco Yaja Agung habis 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal habis 26 April 2025.

[Gambas:Video CNBC]

Saat dijumpai di Kementerian ESDM Jumat, (27/12/2019) lalu Bambang menegaskan, hingga kini baru Arutmin yang mengajukan perpanjangan kontrak. "Belum ada, ya (cuma Arutmin)," ungkapnya singkat.

Plt. Direktorat Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Sri Rahardjo menerangkan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus (IUP OPK) sebagai kelanjutan PKP2B bisa diperpanjang asal memenuhi kelengkapan persyaratan."Dari Kepmen ESDM No. 1796.K/30/MEM/2018 tentang kelengkapan persyaratan dokumen permohonan," papar Sri saat dihubungi, Kamis, (21/11/2019).

Perpanjangan kontrak menurutnya akan tergantung dari masing-masing perusahaan dalam mengajukan permohonan. Berdasarkan aturan yang ada, permohonan perpanjangan kontrak bisa diajukan paling cepat 2 tahun dan paling lambat 6 bulan sebelum kontrak berakhir.

"Tentu saja tergantung masing-masing perusahaan kapan mengajukan permohonannya, kan masing-masing umur kontraknya beda," imbuhnya.

Butuh Kepastian Perpanjangan
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menerangkan perpanjangan kontrak perusahaan batu bara sebelumnya cukup dilandaskan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.

Melalui PP perusahaan sudah bisa mengajukan perpanjangan dari PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP). Namun menurutnya kala itu terjadi kontroversi, selain itu juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan rekomendasi PP tersebut harus mengikuti UU Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral yang sedang dalam pembahasan amandemen di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Saya kira bisa saja ini kan pemerintah menimbag-nimbang (pakai PP), namanya juga suatu produk hukum orang interpretasi macam-macam, kita serahkann ke pemerintah mana yang lebih cepat. Politik di DPR kita belum tahu sejauh mana balik lagi ke PP," terangnya saat dihubungi, Senin, (16/12/2019).

Hendra menyampaikan dari pihak pengusaha tidak pernah mendesak pemerintah untuk menyelesaikan Revisi UU Minerba. Akan tetapi dari pihak pemerintah yang berusaha mencari solusi melalui RUU.

Menurutnya pemerintah juga masuk ke dalam PKP2B. Sehingga, imbuhnya, pengusaha dan pemerintah sama-sama berkepentingan."Kalau pemerintah mau mengajukan perpanjangan melalui RUU, pemerintah juga berkepentimgan. Biar publik nggak ini, wah pemerintah mendukung pengusaha," imbuhnya.

Menurutnya jika kontrak telah habis sementara RUU Miberba belum selesai, akan berdampak besar. Di antaranya penerimaan negara turun, karyawan belum jelas kepastian kerjanya, hingga pasokan batu bara ke PLN. Di dalam aturan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 yang tengah direvisi disebutkan dalam Pasal 83 poin d terkait luas wilayah IUPK OP perpanjangan terbatas hanya 15.000 ha.

Hendra berharap agar perusahaan bisa mengelola usahanya sesuai dengan kontrak. Kontroversi yang terjadi menurutnya akan berdampak jauh pada ketidakpastian di kalangan pengusaha, sehingga menurunkan iklim investasi.

"Kan UU juga sebenarnya implisit membolehkan sepanjang perusahaan bisa mengajukan rencana kerja jangka panjang. Ini perusahan eksisting yang sudah beropersi hampir 30 tahun dan mereka pengusaha nasional semua. Kalau ada kontroversi sentimen akan negatif," terangnya.


Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Sugeng Suparwoto menargetkan Revisi Undang-undang Minerba paling lambat Agustus 2020. Menurut dia, saat ini RUU Minerba telah diajukan untuk masuk dalam program legislasi nasional. Ia juga berharap RUU Minerba akan menjadi prolegnas prioritas.

"Jadi akan ditetapkan dalam sidang paripurna DPR RI menjadi istilahnya dimulailah pembahasan lebih lanjut RUU ini. Kemudian ditindaklanjuti dengan membentuk panitia kerja RUU," ungkapnya, Rabu (11/12/2019).

(gus/gus)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/39tZpje
January 01, 2020 at 04:57PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "2019 Berakhir, Nasib 7 Tambang Batu Bara Raksasa Masih Suram"

Post a Comment

Powered by Blogger.