Search

Kebijakan 'Labil' Pemerintah, Aturan Pajak e-Commerce Dicabut

Jakarta, CNBC Indonesia- Bertambah lagi deretan kebijakan 'labil' pemerintahan Joko Widodo, kali ini giliran sektor perpajakan yakni tentang pajak e-Commerce.

Beberapa pekan sebelum pemilihan presiden (pilpres) berlangsung, aturan pajak e-Commerce yang diterbitkan pada akhir tahun lalu dan semestinya berlaku pada 1 April 2019 besok, tiba-tiba dibatalkan oleh pemerintah.


Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan untuk menarik kembali PMK-210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (e-Commerce). Ia menjelaskan, keputusan Kementerian Keuangan menarik kembali aturan pajak e-commerce ini karena telah memicu kesalahpahaman di berbagai pihak.

Menurut Sri Mulyani, banyak pihak mengira PMK 210 ini menghasilkan bentuk pajak baru, padahal hanya memperjelas urusan registrasi pedagang e-commerce. Oleh karena itu, Sri Mulyani beranggapan masih perlu sosialisasi yang lebih dalam lagi. Apalagi terdapat masukkan dari asosiasi e-commerce yang menginginkan adanya aturan pajak bagi pedangan online via sosial media.

"Saya ingin sampaikan pengumuman pada media, pertama selama ini banyak yang memberitakan soal PMK 210 seolah-olah pemerintah buat pajak baru," kata Sri Mulyani di Kantor Pajak Tebet, Jumat (29/3/2019).

"Begitu banyak simpang siur. Dengan simpang siur kami anggap perlu sosialisasi lebih lagi pada seluruh stakeholder, masyarakat, perusahaan, memahami seluruhnya. Jadi, saya memutuskan menarik PMK 210/2018. Dengan demikian yang simpang siur tanggal 1 April ada pajak e-commerce itu tidak benar, kami putuskan tarik PMK-nya."

Dengan demikian, aturan terkait pajak e-commerce akan kembali ke aturan lama, yakni penghasilan sampai Rp 4,8 miliar dikenakan pajak 0,5%.

"Pelaku ekonomi yang e-commerce ingin treatment antara mereka dan media sosial (medsos) sama. Konvensional ingin supaya perlakukan pajak mereka sama dengan e-commerce. Jadi kita tarik saja [PMK 210], tidak berlaku lagi. Kita fokus tata perpajakan adil."

Menanggapi hal tersebut, Ketua idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) Ignasius Untung mengapresi keputusan pemerintah. Bahkan, ia mengatakan pemerintah dan asosiasi e-commerce memiliki tujuan yang sama, yakni sama-sama ingin memajukan dan mendukung dunia usaha digital ini.

"Saya rasa ini kebijakan yang baik. Karena dari awal diskusi memang semangat kami dengan Kementerian Keuangan pada dasarnya sama. Kami amat sangat mengapresiasi tim Kemenkeu dan DJP (Direktorat Jenderal Pajak), sejak awal kooperatif sekali," ujarnya.

"Ternyata mereka punya semangat yang sama. Jadi keputusan ini kami apresiasi sebagai kebijakan yang mengutamakan kepentingan lebih besar dan ini keputusan yang baik sekali dari bu SMI (Sri Mulyani) dan jajaran Kemenkeu."

Sebagai informasi, Berikut pokok-pokok pengaturan dalam PMK-210/2018 yang ditarik Sri Mulyani:

1. Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace
a. Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyediaplatform marketplace;
b. Apabila belum memiliki NPWP, dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada penyedia platform marketplace;
c. Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun, serta
d. Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal omzet melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Kewajiban penyedia platform marketplace
a. Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP;
b. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa;
c. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform market place sendiri, serta
d. Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform.

Untuk diketahui, yang dimaksud dengan penyedia platform marketplace adalah pihak yang menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik di mana pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli.

Penyedia platform marketplace yang dikenai di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku over-the-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace.

3. Bagi e-commerce di luar platform marketplace
Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdangangan barang dan jasa melalui online retail, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.

Saksikan pernyataan lengkap Sri Mulyani soal pencabutan pajak e-Commmerce
[Gambas:Video CNBC] (gus/gus)

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2V5i0dL
March 30, 2019 at 05:27PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kebijakan 'Labil' Pemerintah, Aturan Pajak e-Commerce Dicabut"

Post a Comment

Powered by Blogger.