Fauzan Zidni, produser film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak, mengatakan perdebatan yang muncul bukanlah soal film yang memiliki kualitas bagus atau tidak, namun mengenai film art dan film komersil.
Pria yang juga menjadi Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) itu mengatakan film art biasanya masuk melalui jalur festival. Berbagai festival film digunakan film jenis ini sebagai etalase sebelum nantinya didistribusikan ke bioskop, OTT (Over The Top), atau saluran penayangan lainya.
"Kalau ngomongin film art itu biasanya jalannya lewat festival yang kita gunakan sebagai etalase (tempat jualan)," ucap Fauzan pada CNBC Indonesia di SetiabudiOne, Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Misalnya kemarin Film Marlina kita ikut festival di Cannes. Apapun itu jalur distribusinya nanti kita jualin melalui jalur etalase terbaik di dunia. Setelah itu kita distribusi di 40 negara sisanya mungkin DVD release dan OTT (Netflix, Amazon, dll),"
Film Art seperti Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak tergolong berhasil. Film tersebut telah didistribusikan di 40 negara dan mencatat 150.000 penonton yang menurut Fauzan di atas ekspektasinya.
Fauzan menambahkan bahwa hampir semua pembuat film (filmmaker) di Indonesia mendistribusikan hasil karyanya ke bioskop. Bioskop nanti yang mengkurasi mana film yang akan tayang dan tidak. Jumlah film yang mengantre jadwal tayang untuk tahun ini saja sudah mencapai 70-90 film.
Bioskop melihat bagaimana catatan sang filmmaker. Bisa dari catatan prestasi produser, sutradara, tokoh yang bermain, dan yang paling utama alur cerita yang menarik. Ini juga menentukan sebuah film untuk mendapatkan jumlah layar yang lebih besar.
Panen Box Office juga memiliki jadwalnya sendiri yakni pada weekend atau hari libur, seperti tahun baru, liburan sekolah, atau pada hari raya keagamaan. Waktu-waktu tersebut menjadi rebutan bagi para produser karena bisa memanen keuntungan dari jumlah penonton yang lebih banyak.
Foto: Infografis/Infografis 7 film Indonesia terlaris/Aristya Rahadian Krisabella
|
Fauzan mencontohkan penayangan film Warkop DKI Reborn yang dinilai memiliki strategi yang bagus untuk penayanganya.
"Nah kalau seperti Warkop itu pinter strateginya. Dia mencari tanggal yang sendiri aja karena IP (Intelectual Property)-nya sudah tinggi dan sudah besar sekali ya," ujarnya.
"Orang-orang nggak ada yang mau fight ama dia. Dan film besar kaya dia enggak akan mengejar di satu weekend kan. Dia bisa di 2-3 weekend. Sama seperti produser film Indonesia yang menghindari (rilis saat) film-film Avengers (dirilis di Indonesia) misalnya," ucap Fauzan.
Pasar film di Indonesia merupakan pasar yang tidak mudah difenisikan secara teori.
Apa yang diyakini oleh Marcella Zalianty bahwa peminat film Indonesia terukur melalui tren Box Office. Banyak yang menjadi favorit pasar Indonesia adalah film yang tak memerlukan banyak tenaga untuk memikirkan isinya, misalnya film remaja yang ceritanya dekat dengan masyarakat, juga dengan promosi yang luar biasa.
"Biasanya film yang diminati penonton tidak bagi film di medium festival atau medium apresiasi. Begitu ada film yang ada dapet nilai apresiasi, namun di pasar kurang dinikmati buat saya itu sebuah fenomena yang menarik sekaligus menyedihkan. Juga tantangan bagi filmmaker untuk ada di keduanya," kata Marcella Zalianty di Taman Ismail Marzuki, Jakarta (28/3/2019).
Marcella sendiri menggemari film yang tidak mainstream. Artinya bahwa film tersebut bisa meninggalkan pesan dan kesan yang bisa dia bawa pulang serta membuatnya terbawa emosi yang dalam dan gagasan yang bisa ditangkap saat menontonnya.
Saksikan video mengenai peluang bisnis jaringan bioskop berikut ini.
(prm)
https://ift.tt/2JVYWxo
March 31, 2019 at 05:08PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Film Bagus Tidak Laku di Pasaran, Apa Betul?"
Post a Comment