
Harga minyak mentah jenis Brent berada di posisi US$ 65,28/barel turun 0,09%. Sementara minyak mentah jenis WTI turun lebih dalam 0,15% ke level US$ 60,12/barel. Namun jika dihitung, sejak awal Oktober hingga perdagangan kemarin, harga minyak mentah sebenarnya sudah naik kurang lebih 15%.
AS-China yang berseteru dalam 17 bulan terakhir akhirnya dikabarkan mencapai kesepakatan untuk fase yang pertama. Dokumen setebal 86 halaman yang disusun dikabarkan akan diteken di Washington awal Januari tahun depan oleh kedua belah pihak.
Namun isi lengkap dokumen tersebut masih belum diketahui. Kabar yang beredar hanya menunjukkan bahwa AS sepakat untuk menangguhkan tarif baru yang akan dikenakan pada 15 Desember kemarin. Tak hanya itu AS juga mengurangi tarif lainnya.
Sementara itu China berkomitmen akan mengimpor produk dan jasa Amerika senilai US$ 200 miliar dalam dua tahun ke depan. Beijing berkomitmen akan membeli produk pertanian AS tambahan hingga US$ 32 miliar dalam dua tahun.
Perang dagang yang terjadi membuat perekonomian global tumbuh melambat. Perlambatan yang terjadi dikhawatirkan juga membuat permintaan minyak juga ikut terkena dampaknya. Kabar mesranya kembali AS-China seharusnya menguatkan harga minyak.
Memang harga minyak sempat menguat pada Jumat pekan lalu setelah kabar tersebut diumumkan. Harga minyak mentah belum banyak bergerak di perdagangan pekan ini.
Kabar terbaru yang menjadi perhatian pelaku pasar terutama pasar minyak mentah adalah kemungkinan adanya perlambatan permintaan minyak mentah China lantaran tahun depan Negeri Panda berencana untuk menetapkan target pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari tahun ini.
Pada tahun ini, China menetapkan target pertumbuhan ekonomi berada di angka 6-6,5%. Paling anyar, Reuters melaporkan bahwa di tahun 2020 China menargetkan pertumbuhan ekonomi berada di angka 6%.
Jika pertumbuhan ekonomi China tumbuh dan permintaan minyak melambat, maka harga minyak ikut terdampak. Pasalnya China merupakan negara importir minyak terbesar di dunia dan konsumsi minyak mentah terbesar kedua di dunia dengan total konsumsi lebih dari 10 juta barel per hari (bpd)
Namun upaya OPEC dan koleganya (OPEC+) untuk menstabilkan pasar minyak mentah direspon dinilai mengimbangi dan positif oleh pelaku pasar. Pada awal Desember tepatnya pada 5-6 Desember OPEC+ menggelar pertemuan di Vienna. Hasil pertemuan tersebut memutuskan untuk memangkas lebih dalam produksi minyak hingga 1,7 juta barel per hari (bpd) mulai 1 Januari 2020.
Upaya pemangkasan produksi minyak di tengah sentimen positif AS-China berpotensi menggerakkan harga minyak tahun depan. Hal tersebut tercermin dari perilaku pengelola dana (hedge fund) yang mengambil posisi net long untuk kontrak minyak senilai 775 juta barel lebih tinggi dari posisi Oktober yang hanya 437 juta barel.
Posisi net long yang diambil oleh para pengelola dana ini mengindikasikan optimisme terhadap harga minyak ke depan. Pada pengelola dana percaya bahwa ekonomi akan terhindar dari resesi dan keputusan OPEC+ diharapkan menghindarkan pasar dari risiko kelebihan pasokan.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
https://ift.tt/2M1Yhcy
December 17, 2019 at 06:07PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "AS-China Akur, Tapi Harga Minyak Kok Tak Gerak?"
Post a Comment