
Bukan tanpa alasan Paulus mengharapkan hal tersebut, sebab, sejak 19 tahun BBJ berdiri, atensi pemerintah masih sangat jauh dari harapan.
Berbeda dengan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang selalu dihadiri presiden dan wakil presiden saat penutupan dan pembukaan perdagangan di awal dan akhir tahun.
"Saat ini lirikan pemerintah terhadap BBJ masih minim, ada diperhatikan, tapi masih kecil. Harapannya, siapapun presiden yang terpilih, mohon sekali injak ke BBJ, kami menginginkan pijakan kaki seorang presiden supaya kita menjadi lebih besar," kata Paulus, kepada CNBC Indonesia saat ditemui di kantor BBJ, The City Tower Thamrin, Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Tidak hanya itu, BBJ juga mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar memberikan dukungan kepada industri perdagangan komoditas berjangka melalui instrumen pajak, minimal disetarakan dengan yang berlaku di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengenai pengenaan PPh final.
Sebab, saat ini pajak yang berlaku di BBJ masih menerapkan PPh 21 sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), yang menetapkan tarif pajaknya degresif mulai 5-30%.
Tarif degresif terjadi ketika kenaikan persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
"Yang saat ini berlaku adalah umum dan sangat besar, Pasal 17 tahun 1983, Kalau PPh 21 dikenakan pajak 5-30%, tarifnya degresif. Berbeda dengan PPh final, saat melakukan transaksi sudah langsung dipotong, pasti tidak ada tunggakan," ujar Paulus.
Selain dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi, ia juga berhadap adanya partisipasi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bersinergi dengan BBJ.
"Kliring Berjangka Indonesia (KBI) itu persero, tapi bukan hanya KBI, banyak sekali instrumen-instrumen lain BUMN seperti PTPN, Antam dan lainnya, bagaimana kalau sinergi menggunakan BBJ sebagai bursa untuk komoditi yang diperdagangkan," jelasnya.
Di tengah meningkatnya eskalasi perang dagang yang masih mengemuka antara Amerika Serikat (AS) dengan China, Paulus pun tetap optimistis tahun ini transaksi di BBJ bisa tetap tumbuh.
Sebab, perusahaan telah melakukan sejumlah transformasi untuk meningkatkan transaksi maupun jumlah investor.
"Kita melihat sudah mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi domestik, ekonomi global mulai pulih, tahun lalu komoditas turun, trade war [perang dagang], Brexit dan macam-macam maupun isu-isu politik lainnya, tapi kami optimistis target akan melebihi dari capaian tahun lalu," imbuhnya.
BBJ menargetkan tahun ini transaksi multilateral naik dari sebelumnya 1,2 juta lot menjadi 1,45 juta lot. Adapun transaksi bilateral ditargetkan tumbuh 20% menjadi 5,4 juta lot dari tahun 2018 sebanyak 4,5 juta lot.
Pada tahun 2018, kontrak multilateral yang banyak diperdagangkan adalah kontrak emas sebesar 574.854 lot atau 43,2% dari keseluruhan kontrak multilateral.
Disusul kontrak kopi sebesar 513.164 lot atau setara 38,4%, kontrak olein sebesar 183.075 lot atau 13,7% dan kontrak kakao sebesar 62.722 lot atau 4,7%.
Sebagai informasi, perdagangan multilateral adalah mekanisme transaksi jual/beli antara banyak pihak dengan banyak pihak dengan sistem tawar-menawar terbuka di bursa. Adapun bilateral adalah transaksi yang hanya dilakukan satu pihak dengan pihak lain di luar bursa atau dikenal dengan over-the-counter (OTC).
(tas)
https://ift.tt/2TdiCMB
March 18, 2019 at 05:15PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bos BBJ: Presiden Terpilih, Tolong Perhatikan Bursa Berjangka"
Post a Comment