
CNBC melaporkan, DBS dalam riset Februari lalu menyatakan gagal bayar-nya obligasi korporasi China dalam denominasi yuan dan dolar AS tersebut belum pernah terjadi sebelumnya (unprecedented).
"Tahun lalu, China mengalami gelombang gagal bayar obligasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan menjadi tanda baru guncangan terhadap pasar keuangan seiring dengan semakin dalamnya perlambatan pertumbuhan ekonomi," ujar analis DBS dalam risetnya, seperti dikutip CNBC hari ini (20/3/19).
DBS juga mengatakan sektor energi gagal melunasi obligasi korporasi senilai 46,4 miliar yuan pada 2018 - hampir 40% dari total obligasi korporasi denominasi yuan yang gagal bayar, yang diikuti oleh sektor barang konsumsi.
"Gelombang gagal bayar bertambah panjang hingga 2019 ... Karena minat risiko turun dan volume jatuh tempo yang besar, prospeknya masih rendah (poor)," ujar riset DBS, yang juga menambahkan bahwa ada obligasi korporasi senilai 3,5 triliun yuan yang akan jatuh tempo pada tahun ini.
Di sisi lain, bank asal Jepang yaitu Nomura memprediksi nilai gagal bayar korporasi China di dalam negeri dalam denominasi yuan adalah 159,6 miliar yuan (setara US$ 23,8 miliar) tahun lalu, yang juga empat kali daripada prediksi pada 2017.
Obligasi denominasi dolar AS yang diterbitkan perusahaan China juga memiliki tren yang sama, yaitu US$ 7 miliar pada 2018, dari tidak ada sama sekali pada tahun sebelumnya.
Ongkos Pinjaman Tinggi
DBS menyatakan korporasi China sedang menghadapi kondisi moneter yang mengetat, yang ditunjukkan dari beban bunga pinjaman yang tinggi, dengan naiknya suku bunga riil menjadi 4,35% pada Januari dibanding posisi terendahnya pada -3,1% pada awal 2017.
"Ketersediaan kredit untuk pendanaan ulang (refinancing) masih tetap ketat meskipun terjadi pelonggaran moneter berulang oleh bank sentral China (People's Bank of China/PBOC)," ujar DBS.
"Bank komersial masih tetap berhati-hati dalam menyalurkan kredit ke perusahaan swasta dan kepada BUMN yang keuangannya goyah."
DBS menambahkan bahwa kondisi moneter yang menantang telah menambah stres kondisi keuangan perusahaan China.
Dalam riset tersebut juga dinyatakan bahwa sektor properti juga tertekan dan jumlah pinjaman yang luar biasa besar dan mengkhawatirkan disebabkan oleh obligasi tenor pendek.
Tekanan pendanaan dialami oleh pengembang properti sudah diperparah oleh perlambatan laju pertumbuhan industri perumahan.
TIM RISET CNBC INDONESIA (irv/hps)
https://ift.tt/2Wd621A
March 21, 2019 at 12:59AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gagal Bayar Obligasi Korporasi China 2018 Naik 4 Kali Lipat"
Post a Comment