
"Kalau turis dari Malaysia, paling sekitar 2-3 hari di Indonesia jadi spendingnya tidak banyak. Mereka ke sini untuk beli kain misalnya, lalu habis itu pulang. Beda kalau turisnya dari negara jauh, efek dominya lebih banyak," ujar ekonom senior Faisal Basri, kepada CNBC Indonesia, 15 Februari lalu.
Wisatawan mancanegara (wisman) Malaysia memang sedang ketiban perdebatan soal masa tinggal (length of stay) dari berbagai kalangan. Plus karakteristik wisman juga jadi penilaian bagi untung-rugi pariwisata Indonesia.
Pakar Pariwisata Jajang Gunawijaya berbagi pada CNBC Indonesia pada pekan lalu. Masa tinggal wisman Malaysia menurut Jajang biasanya terhitung hanya one day trip. Ini karena adanya perjalanan langsung seperti dari Kuala Lumpur ke Bandung.
Soal statistik, kata Jajang, juga perlu diperhatikan wisman yang sekedar transit. Misalnya wisman asal Jepang yang ingin pergi ke Bali transit di Jakarta. Di Jakarta tercatat sebagai turis karena keluar bandara sambil menunggu pesawat. Keuntungan yang didapat dari wisman menurutnya bukan dari jumlah banyaknya wisatawan dari angka statistik apalagi hanya sekedar transit. Tapi diarahkan supaya lama tinggal dan betah di suatu tempat.
Backpacker juga menjadi salah satu sorotan bagi Jajang karena tidak membawa untung bagi negara. "Backaper mah enggak untung, apalagi buat negara yang dibebasin visa. Untungnya cuman dia bawa duit dollar dia tukar ke rupiah. Karna yang namanya backpacker biasanya dia tidak menginap di hotel yang berizin berpajak. Mereka menginap di hotel-hotel kaki lima. Atau bahkan rumah penduduk yang tidak seberapa nilai pajaknya," kata Jajang Gunawijaya di Universitas Indonesia (22/2/2019).
Grup wisman lebih menguntungkan menurutnya. Apalagi dengan golongan kelas atas dengan length of stay yang lama.
Tiap mereka melakukan kunjungan wisata ke Indonesia minimal menginap di hotel berbintang 4, makan di resto berkelas, dan menggunakan wahana tak murah seperti golf. Belum lagi mereka tidak hanya berkunjung ke satu tempat. Dari Bali bisa pindah ke Jogjya lalu pindah lagi ke Toraja. Otomatis mereka perlu membayar tiket pesawat dimana uangnya bisa masuk ke penerbangan nasional.
Kenyamanan juga dinilai penting bagi Jajang supaya wisman bisa betah selama tinggal di Indonesia. Jajang melihat bahwa ini menjadi peluang supaya wisman mau kembali lagi datang ke Indonesia.
"Jadi, bagaimana kita bikin wisatawan jadi betah sehingga lebih lama tinggal. Nah itu ada faktor yang disiapin sehingga wisatawan tuh merasa di Indonesia tetep tanah airnya juga. Misalnya, Di tempat umum para wisatawan beristirahat harus ada free wifi. Kedua, kebersihan harus standar internasional. Kemudian penataan resort wisata harus memenuhi hospitalitas amenitas yang standar wisata. Dan jangan lupa kreatif untuk menciptakan amenitas yang baru dan makanan yang higienis," katanya.
Kemenpar Tegaskan Turis Manapun Bawa Untung
Masih perdebatan wisman Malaysia, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata Rizky Handayani Mustafa memberikan pendapatnya bahwa memang length of stay mereka hanya 3 sampai 4 hari tidak sepanjang wisman dari Eropa.
Tetapi mereka mempunyai kesamaan taste dengan orang Indonesia seperti membeli oleh-oleh dan spending kuliner domestik yang lebih besar dari wisman Eropa.
Length of stay tidak jadi masalah baginya karena menciptakan multiplier effect. Mereka yang datang ke Indonesia akan berulang-ulang dan menjadi pencapaian sukses pariwisata menurut Rizky.
Berbicara karakteristik wisman, Rizky juga tidak membeda-bedakan antara backpacker dan high class. Para wisman muda bisa saja menggunakan aplikasi dan bisa memilih segmen penginapan sesuai budget mereka.
"Who is the backpacker? Who is the high class? Right now, itu anak2 millenial yang kerja ya misalnya Once they doing perjalanan mungkin tidak lama. Tapi datang bawa temen lagi.," kata Rizki di Hotel Sultan, (28/2/2019).
Ia menegaskan turis tetap membawa benefit ke Indonesia, meskipun length of stay-nya singkat, turis Malaysia bisa datang berkali-kali ke Indonesia. "Semua market itu ada segmen-segmenya. Ah cuman dua hari spendingnya cuman 100 dolar. Ya kalo datengnya 8 kali? Kan begitu, repetitif. Dan itu yang dibutuhkan tourism. Tidak once datang lalu tidak datang lagi. Customer yang datang berulang2 itu baru kita anggap sukses. Karena mereka berarti statisfied, mereka puas," kata Rizky.
Kamila Aris, seorang warga negara Malaysia asal Selangor mengemukakan pada CNBC Indonesia bahwa dia optimis dengan kemajuan pariwisata Indonesia dengan natured-based tourism. Kamila menyempatkan waktu untuk kunjungan rutin ke Indonesia sekali dalam tiap tahun.
Sama dengan Kamila, Abu Ubaidah bin Zainal Arifin melakukan kunjungan repetitif bahkan dalam satu tahun bisa mencapai 2 kali. Selain menikmati wisata alam dan sejarah, berbelanja juga kegiatan yang ia gemari. Menurutnya, citra pariwisata Indonesia sangat baik di mata dunia karena keindahan alam yang sulit ditemukan di tempat lain.
Saksikan video tentang wisman di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC] (gus)
https://ift.tt/2tL2aJ1
March 03, 2019 at 10:29PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Banjir Turis Malaysia, Benarkah Bawa Untung Kecil Bagi RI?"
Post a Comment