UBS menyebut, setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan ekonomi Indonesia tumbuh di level 5%, yaitu capaian ekspor Indonesia yang dinilai belum menggembirakan, dampak kenaikan bunga acuan di tahun lalu di mana Bank Indonesia mengerek bunga acuan sebanyak 175 basis poin ke level 6% dan investasi yang diperkirakan akan tumbuh moderat tahun ini.
Dalam jumpa pers di Jakarta saat acara UBS Indonesia Conference di Mandarin Hotel, Jakarta, Edward Theater, Senior ASEAN Economist UBS Investment Bank menyakini, kendati ekonomi Indonesia diperkirakan dapat tumbuh 5%, defisit neraca berjalan diperkirakan akan menyusut dari sebelumnya 3% terhadap Produk Domestik Bruto di 2018 menjadi 2,6% Produk Domestik Bruto.
Sisi lain, dijelaskan Edward, Indonesia juga dinilai cukup punya daya tahan terhadap risiko pengetatan kondisi pasar keuangan global yang timbul dari ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. "Indonesia seharusnya tidak terlalu terpengaruh oleh ketegangan perdagangan daripada yang dialami oleh negara-negara di ASEAN," kata Edward.
Foto: CNBC
|
Seiring kondisi ekonomi dalam negeri yang stabil, lanjut Edward, hal itu akan mendukung penguatan nilai tukar Rupiah dan mengurangi imbal hasil obligasi di tahun ini. Imbal hasil obligasi yang rendah menunjukkan risiko gagal bayar (deffault) semakin rendah. Namun, Edward tetap memberikan catatan, miash ada risiko yang harus dihadapi, harga minyak mentah dunia yang diperkirakan akan kembali naik.
Edmund Koh, President UBS Asia Pacific, menggaungkan optimisme yang sama, Indonesia dan negara-negara di kawasan ASEAN punya potensi pertumbuhan yang cepat utamanya ditopang oleh sektor infrastruktur, konsumen dan ekonomi digital.
Seperti diberitakan CNBC Indonesia sebelumnya, UBS mengubah rekomendasi saham Indonesia dari yang sebelumnya overweight atau harga saham lebih tinggi dari nilai atau harga wajarnya menjadi netral.
Rekomendasi netral, sederhananya tidak memiliki kecenderungan tertentu terhadap saham dimaksud, baik itu buy maupun sell.
UBS menyebutkan, pelaku pasar melihat risiko makroekonomi Indonesia telah berkurang seiring dengan arah kebijakan (stance) bank Indonesia yang pre-emptive semenjak triwulan kedua 2018 untuk mengantisipasi kondisi pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan semenjak pelemahan mata uang di negara negara emerging markets.
UBS menilai, saat ini kondisi ekonomi global mulai membaik, indikatornya terlihat dari membaiknya harga minyak mentah dunia, dan imbal hasil obligasi global dan penguatan mata uang dollar AS turut menjadi sentimen positif yang menopang laju indeks Harga Saham Gabungan kembali menguat ke level 6.500.
Meski demikian, UBS belum bisa memastikan apakah di tahun ini tekanan yang bersumber eksternal akan lebih baik daripada 6 bulan terakhir, sebab masih ada sinyal bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve kembali mengerek bunga acuannya setidaknya sekali lagi di tahun ini. "Sehingga masih ada ruang arus modal keluar dari negara-negara berkembang," tulis UBS dalam risetnya, Rabu (27/2/2019).
Simak, Video Tentang UBS yang Didenda:
[Gambas:Video CNBC]
(dru)
https://ift.tt/2HeQWVi
March 06, 2019 at 12:22AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "UBS Ramal Ekonomi RI Hanya Bisa Tumbuh di 5% Pada 2019"
Post a Comment