Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengatakan perseroan memiliki piutang kepada Sriwijaya senilai mencapai US$ 58 juta dolar. Artinya dengan asumsi kurs Rp 14.000 per dolar AS, maka piutang tersebut sekitar Rp 812 miliar.
Selain itu, total BUMN juga memiliki piutang kepada Sriwijaya senilai Rp 1,6 triliun.
"Iya sebenarnya seperti yang disampaikan, kami punya piutang cukup besar dari sisi Garuda Group dan BUMN, kami bisa exchange [tukar] kepemilikan kami dari utang itu dan tidak menganggu cash flow [arus kas] dari Garuda," katanya kepada Pangeran Punce dalam program Squawk Box di CNBC TV Indonesia, Senin (4/3/2019).
Laporan keuangan Garuda per 30 September 2018, kas dan setara kas Garuda mencapai US$ 273,32 juta (Rp 3,83 triliun), turun dari posisi Desember 2018 sebesar US$ 306,92 juta.
I Gusti Ngurah Askhara yang biasa disapa Ari ini mengungkapkan secara valuasi Sriwijaya Air masih dalam perhitungan. Namun dia menjelakan saat ini dengan harga penutupan saham GIAA pada pekan lalu, Rp 550/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 14,24 triliun, dengan total 14 juta penumpang dengan Citilink per tahun.
"Sriwijaya Group mempunyai total penumpang 10 juta. Jadi kalau market share sebagai basis dalam perhitungan valuation itu bisa dilihat berapa juta US, tapi sejauh ini belum kami dapatkan," tegas Ari.
Dia mengatakan opsi akuisisi minimal 51% itu sebetulnya sudah ada dalam klausul kerja sama operasi (KSO) dengan Sriwijaya. Garuda melalui anak usahanya, PT Citilink Indonesia, sudah mengambilalih pengelolaan operasional Sriwijaya Air Group yang terdiri dari maskapai Sriwijaya Air dan NAM Air. KSO tersebut direalisasikan pada 9 November 2018.
Lewat KSO ini, seluruh operasional Sriwijaya Group termasuk keuangan berada di bawah pengelolaan Garuda. Ari mengatakan penghematan itu dilakukan melalui layanan anak usaha Garuda seperti bisnis catering dan fasilitas perawatan pesawat.
"Sriwijaya datang pada kami untuk bekerja sama karena pada waktu itu posisi Sriwijaya bankrupt karena modal yang dipunyai itu lebih kecil dari utang yang ada. Jadi untuk mengambilalih saham bukan opsi dan GIAA yang punya kondisi keuangan yang kurang baik juga pada September 2018," kata Ari.
"Makanya kami kerja sama manajemen sepanjang 12 tahun dengan opsi pengambilan alih saham 51%, maksimal dalam 5 tahun."
(tas)
https://ift.tt/2VBdELf
March 04, 2019 at 05:28PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Caplok Sriwijaya, Garuda Akan Konversi Piutang Rp 812 M"
Post a Comment