Atas nama koalisi rakyat untuk kedaulatan SDA Minerba, sejumlah pakar yang di antaranya terdiri dari Marwan Batu Bara IRESS, Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi, dan Bisman Bakhtiar PUSHEP menilai aksi pembelian saham senilai US$ 3,85 miliar itu terlalu mahal dan berpotensi merugikan negara.
Menurut mereka proses divestasi tidak harus diwujudkan dengan korbankan banyak hal, termasuk kedaulatan negara.
"Tujuan penguasaan saham mayoritas tidak boleh dicapai at any cost, dengan membayar sangat mahal, dan berpotensi merugikan negara. Apalagi jika di dalam nilai sebesar US$ 3,85 miliar tersebut terkandung unsur-unsur manipulasi atau dugaan korupsi oleh oknum-oknum yang berburu rente," tulis para pengamat tersebut, Rabu (6/2/2019).
Mereka menyebut dari sejarah negosiasi beberapa tahun terakhir, Freeport disebut selalu ingin menang sendiri dan mendominasi dengan dalih kesucian kontrak. "Untuk itu Freeport selalu mengancam pemerintah Indonesia untuk membawa perselisihan negosiasi ke arbitrase internasional, tanpa peduli adanya perubahan berbagai undang-undang dan peraturan di Indonesia setelah KK ditandatangani."
Koalisi juga menyebut bahwa 40% saham partisipasi Rio Tinto adalah saham bodong, tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Tanda bodongnya PI ini di antaranya karena surat meyurat soal Rio Tinto pada 1996 tidak lazim dan bersifat rahasia.
"Surat rahasia persetujuan oleh Mentamben I.B. Sujana kepada Rio Tinto pada April 1996 tidak lazim dan melanggar ketentuan Pasal 28 ayat 2 KK Freeport. Pasal 28 menjelaskan bahwa setiap surat menyurat antara PTFI kepada Pemerintah Indonesia harus di tujukan kepada Direktur Jenderal Pertambangan Umum. Sedangkan surat rahasia tersebut berkode "SJ" yang artinya ditujukan dan melalui Sekretariat Jenderal."
Adanya kesepakatan PI Rio Tinto tidak pernah diketahui oleh Menteri ESDM dan Dirjen Minerba setelah periode Mentambem I.B. Sujana, dan baru terbongkar pada saat proses negoisiasi antara Inalum dengan Freeport, sekitar bulan Agustus 2017.
"Dengan fakta-fakta tersebut, ternyata keberhasilan semu lah yang menjadi kebanggaan pemerintah. Oleh sebab itu, kami meminta agar kesepakatan tersebut dibatalkan dan Freeport harus diminta untuk tunduk kepada peraturan yang berlaku. Bahkan Freeport pun harus digugat secara pidana atas kasus PI Rio Tinto," pinta koalisi.
Isu lainnya adalah soal hasil audit BPK RI yang menyebut pehitungan IPB dan LAPAN tentang adanya nilai ekosistem yang dikorbankan berkisar Rp 185 triliun. Namun di ujung penyelesaian, Freeport hanya didenda Rp 460 miliar.
Dalam hal pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang diwajibkan dalam KK, Freeport juga disebut koalisi telah merusak lingkungan secara fatal, gagal membangun smelter, gagal melakukan divestasi saham dan terlibat manipulasi penetapan PI Rio Tinto. "Kami meminta Presiden Jokowi untuk memulihkan kedaulatan negara dengan menegoisasikan ulang kesepakatan dengan Freeport."
Saksikan video tentang rampungnya akuisisi Freeport Indonesia di bawah ini:
(roy)http://bit.ly/2Tx2JBv
February 06, 2019 at 06:09PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Baru Rampung, Ada yang Minta Akusisi Freeport Dibatalkan"
Post a Comment