![]() WitteFietsen |
Namun segalanya tidak sesuai rencana. Sepeda dilempar ke kanal, tapi ada yang menjadi milik pribadi. Inilah awal cerita program bike-sharing pertama di dunia ini. Meskipun program ini tak berhasil.
Gelombang kedua kemudian muncul dengan rancangan yang lebih tertata. Bycykler København (sepeda kota Kopenhagen) muncul pada tahun 1995 dengan adanya lokasi pengambilan unit sepeda di tempat tertentu, diseluruh pusat kota dengan setoran koin. Tren ini rawan pencurian karena anonimitas pengguna.
![]() Bycykler København |
Generasi selanjutnya bike-sharing pun meningkatkan sistem lacak. Ide ini hadir pada tahun 1966 di Universitas Portsmouth, Inggirs dengan nama Bikeabout.
![]() Bikeabout |
Lalu bike-sharing disempurnakan dengan peningkatan teknologi. Termasuk rak dan kunci sepeda secara elektronik, sistem telekomunikasi, kartu pintar, akses ponsel, dan komputer on-board.
Bike-sharing juga telah berdampak besar untuk menciptakan populasi gemar sepeda, meningkatkan penggunaan transit, mengurangi gas rumah kaca, dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Paul DeMaio menulis dalam jurnal ilmiahnya bahwa hal ini telah meningkatkan pangsa mode sepeda antara 1,0 - 1,5 persen di kota-kota besar.
Pangsa mode sepeda di Barcelona meningkat dari 0,75 persen di tahun 2005 dan meningkat menjadi 1,76 persen di 2007. Kemudian Paris, dari 1 persen pada 2001 menjadi 2,5 persen di 2007.
Banyak program bike-sharing bangga karena programnya telah berkontribusi bagi lingkungan. Bike-sharing bernama Bixi di Montreal, Kanada menyatakan bahwa programnya menghemat lebih dari 3 juta pound gas rumah kaca sejak awal Mei 2009.
![]() Bixi |
Kemudian Lyon, Perancis dengan program bernama Velo'v yang diluncurkan pada tahun 2005 telah menghemat setara dengan 18.600.000 pound polusi CO2 dari atmosfer.
![]() Velo'v |
Keberhasilan dunia pun sampai ke Indonesia untuk mengembangkan bisnis yang ramah lingkungan rendah polusi, berorientasi pada manusia, dan efisien dalam hal penggunaan ruang. Hal ini di katakan oleh Udayalaksmanakartiyasa Halim, Research & Policy Manager Institute for transportation & Development Policy (ITDP).
"Adanya minat dari pihak swasta dan perkembangan teknologi dockless bike-sharing perlu dimanfaatkan oleh pemerintah kota untuk mendorong pergeseran transportasi perkotaan menuju rendah polusi, berorientasi pada manusia, dan efisien dalam hal penggunaan ruang," kata Udaya (9/2/2019).
Generasi bike-sharing pun kian berkembang di tanah air. GOWES, sebuah perusahaan penyedia layanan bike-sharing menambahkan unit layanan baru yakni skuter listrik.
Iwan Suryaputra sebagai direktur GOWES menyatakan bahwa tren ini terinspirasi dari kepopuleran skuter listrik di Amerika Serikat. Ia pun mencoba menagankap pasar anak muda. Sudah beroperasi sejak Juli 2018 di Gelora Bung Karno.
Peluang ini menurut Iwan perlu ditangkap karena wilayah pemukiman sekarang sudah mulai mengalami kemacetan. Ia juga berkata bahwa pilihan alternative bike-sharing bisa mendapingi Transjakarta dan MRT, baik dengan sepeda maupun skuter listrik.
Apakah perusahaan di Indonesia hanya ikut-ikutan saja melihat prestasi bike-sharing di luar negeri? Setiaji berkata tidak demikian. Menurut seorang pria yang bekerja sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis Jakarta Smart City ini perlu ada landasan untuk menyimpulkan hal tersebut.
"Perlu ada landasan mengapa kita harus menyimpulkan bahwa Indonesia hanya mencoba ikut tren di negara maju. Namun sejauh ini, dari beberapa operator yang mengajukan kerja sama bike-sharing, mereka telah memiliki kajian yang cukup untuk memanfaatkan layanan agar dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi para operator bike-sharing," kata Setiaji pada CNBC Indonesia via WhatsApp beberapa waktu lalu.
(hps/hps)
https://ift.tt/2IAePsG
February 24, 2019 at 01:56AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Begini Asal-muasal Bike Sharing yang Sedang Tren"
Post a Comment