Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kemudian membantah tundingan tersebut. Tidak benar bahwa pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintah hanya digunakan sebagai alat untuk mendapatkan suara di Pilpres 2019.
"Kalau Presiden, atau pak Jokowi ingin membangun hanya berorientasi pencapaian voters, untuk mencari suara pada 2019, pak Jokowi cukup membangun infrastruktur di Jawa," kata Moeldoko, Jumat (8/2/2019).
Lebih lanjut, Moeldoko menjelaskan bahwa di beberapa daerah ada yang menyebut Jokowi sebagai bapaknya infrastruktur Indonesia. Ucapan Moeldoko kemudian mengingatkan akan sosok Presiden RI ke-2 yang disebut sebagai Bapak Pembangunan.
Lantas, layakkah Jokowi disebut sebagai Bapak Infrastruktur-nya Indonesia?
Semenjak resmi mengambil alih takhta kepemimpinan tertinggi di Indonesia dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Oktober 2014, Jokowi memang begitu giat membangun infrastruktur.
Terhitung selama SBY menjabat sebagai presiden selama 10 tahun (2005-2014), total infrastruktur yang dibangun menggunakan dana pemerintah pusat adalah senilai Rp 343,7 triliun. Sementara itu, 3 tahun Presiden Jokowi menjabat (2015-2017), dana yang dikeluarkan sudah mencapai Rp 235,5 triliun atau setara dengan 69% dari yang dicatatkan SBY selama 10 tahun.
Sebagai catatan, tahun 2004 tak dihitung untuk SBY karena baru menjabat pada bulan Oktober atau kurang dari 3 bulan sebelum tutup tahun. Hal yang sama berlaku untuk Jokowi. Tahun 2014 tak dimasukkan.
Perlu diketahui bahwa data untuk tahun 2018 belum dirilis. Jika data untuk tahun 2018 sudah dirilis, bukan tak mungkin apa yang dicapai SBY dalam 10 tahun bisa dilewati Jokowi hanya dalam 4 tahun.
(ank/gus)
http://bit.ly/2DXfWxd
February 18, 2019 at 01:57AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Layakkah Jokowi Disebut Bapak Infrastruktur?"
Post a Comment