Ren Zhengfei diperkirakan memiliki kekayaan pribadi sekitar US$1,7 miliar, dan saat ini perusahaannya mempekerjakan 180.000 karyawan di seluruh dunia. Pendapatan tahunan Huawei diperkirakan mencapai US$125 miliar tahun ini.
Ren merupakan orang yang tidak terlalu suka muncul di depan publik, namun dalam beberapa minggu terakhir ia telah sering muncul dan berbicara dengan wartawan untuk membela perusahaannya di tengah meningkatnya tekanan dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain.
Pemerintah berbagai negara tersebut menyuarakan kekhawatiran keamanan di tengah besarnya peran Huawei dalam pembangunan jaringan 5G di seluruh dunia. Huawei dituduh sebagai mata-mata dan memiliki hubungan dengan pemerintah China.
"Kami lebih suka mematikan Huawei daripada melakukan apa pun yang akan merusak kepentingan pelanggan kami," jawabnya, dilansir dari BBC, Selasa (19/2/2019). "Saya mendukung Partai Komunis China, tetapi saya tidak akan pernah melakukan apa pun untuk menyakiti bangsa lain."
"Beberapa orang di Barat percaya bahwa peralatan Huawei dicap dengan semacam ideologi. Itu sama konyolnya dengan orang-orang yang menghancurkan mesin tekstil pada masa revolusi industri. Kami hanya menyediakan peralatan untuk operator telekomunikasi dan peralatan itu tidak memiliki ideologi," tambahnya.
Pria kelahiran 1944 itu menempuh pendidikan di Universitas Chongqing dan kemudian bergabung dengan lembaga penelitian People's Liberation Army pada saat kekacauan yang disebabkan oleh Revolusi Kebudayaan tahun 1960-an di negara itu memuncak.
![]() |
"Ada kekacauan hampir di mana-mana, termasuk di bidang pertanian dan industri," katanya kepada wartawan.
"Setiap orang China hanya diberi sepertiga dari satu meter kain. Jumlah itu hanya bisa digunakan untuk menambal, jadi saya tidak pernah memakai pakaian tanpa tambalan ketika masih muda," katanya.
Sebagai seorang insinyur ia dikirim untuk membantu membangun pabrik pakaian sintetis di Liaoyang, China timur laut.
"Kondisinya keras," katanya. "Perumahan kami sangat kumuh sehingga kami terus-menerus merasa kedinginan. Temperatur bisa turun hingga -28 derajat Celcius. Pasokan daging dan minyak goreng sangat terbatas, tidak ada pasokan sayuran segar sama sekali."
Namun Ren mengatakan dia bahagia di sana.
"Jika Anda membaca terlalu banyak buku di bagian lain negara, Anda bisa dikritik. Pabrik itu mungkin salah satu dari sedikit tempat di mana orang bisa membaca.
"Kami harus (membaca), untuk memahami bagaimana peralatan itu bekerja," ujarnya.
Pada 1978, dua tahun setelah kematian pemimpin China Mao Zedong, ia akhirnya bergabung dengan Partai Komunis setelah menemukan alat utama yang digunakan untuk menguji peralatan canggih di pabrik pakaian.
Ren mengatakan dia tidak diizinkan untuk melakukannya sebelumnya karena hubungan ayahnya dengan pihak nasionalis yang hilang dalam perang saudara China. Selama tahun 1960-an, ayahnya telah dicap sebagai "antek kapitalis", sebuah istilah yang merendahkan bagi mereka yang dianggap mencoba memulihkan kapitalisme, dan dipenjara.
Ren berharap bisa menjadi tentara dan memiliki pangkat setara dengan seorang letnan kolonel, tetapi pada tahun 1983 cita-citanya justru harus ia pendam ketika China mengurangi jumlah korps tekniknya.
Setelah pindah ke Shenzhen di China selatan dan bekerja di sektor elektronik bayi di negara itu, ia akhirnya dapat mengumpulkan cukup uang untuk mendirikan Huawei.
![]() |
Dia memiliki dua anak dari pernikahan pertamanya, Meng Wanzhou dan Meng Ping, di mana keduanya bekerja untuk Huawei. Kedua anaknya juga memakai marga ibunya demi menghindari "perhatian yang tidak diperlukan".
Annabel Yao, putrinya dari pernikahan keduanya, adalah seorang mahasiswa ilmu komputer Harvard, balerina dan Instagrammer populer. Istri ketiga Ren adalah Su Wei, yang dilaporkan sebelumnya adalah sekretarisnya.
Pada bulan Desember, putri sulungnya yang juga chief financial officer (CFO) Huawei, Meng Wanzhou, ditangkap di Kanada atas permintaan AS setelah dituduh melakukan penipuan karena perusahaannya memiliki hubungan dengan perusahaan telekomunikasi yang melakukan bisnis di Iran yang disanksi AS.
Ren mengatakan dia percaya sistem hukum Kanada dan AS akan "mencapai kesimpulan yang adil", tetapi bahwa "sebagai ayah Meng Wanzhou, saya sangat merindukannya".
Namun, yang mengejutkan, di tengah perang dagang yang sedang terjadi antara AS dan China, Ren justru mengaku mengagumi Presiden AS Donald Trump.
"Saya masih percaya dia adalah presiden yang hebat dalam arti bahwa dia berani memotong pajak. Saya pikir itu adalah keputusan kondusif untuk pengembangan industri di AS," katanya.
Ia mengatakan perusahaannya dimiliki secara pribadi oleh ribuan karyawan, yang menurutnya berarti perusahaannya dapat bekerja "benar-benar untuk ide-ide karyawannya dan untuk kebaikan masyarakat yang lebih besar".
Meskipun ada tekanan dari AS pada berbagai negara untuk tidak menggunakan peralatan Huawei, namun Ren mengatakan dia optimistis tentang masa depan perusahaan. Huawei telah memiliki lebih dari 30 kontrak 5G komersial dan telah mengirimkan 25.000 stasiun pangkalan 5G.
"Selama kita mengembangkan produk yang sangat menarik, akan ada pelanggan yang akan membelinya," jelasnya.
Saksikan video mengenai kerajaan bisnis Huawei berikut ini.
(prm)
http://bit.ly/2NdMd7k
February 19, 2019 at 11:04PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ren Zhengfei, Bos Huawei yang Ternyata Kagumi Donald Trump"
Post a Comment