
Mengacu data Bursa Efek Indonesia, saham Adaro tidak banyak bergerak dalam sepekan terakhir ini karena hanya naik 1,79%. Adapun sejak awal tahun hingga 13 Maret ini, saham Adaro naik 17,28%.
Dalam sepekan ini, asing sudah lepas saham Adaro mencapai Rp 40 miliar di semua pasar. Untuk hari ini, tercatat juga net sell Rp 484 juta, dengan kapitalisasi pasar Rp 45,58 triliun.
Sepanjang tahun lalu, kinerja Adaro juga tertekan. Dalam rilisnya, Adaro mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 13,5% YoY menjadi US$ 418 juta.
Analis Mandiri Sekuritas, Ariyanto Kurniawan dan Ryan Winipta dalam risetnya mengatakan bahwa besaran laba ini berada di bawah perkiraan konsensus.
Berkebalikan dengan laba, ternyata pada tahun 2018 Adaro masih mampu membukukan kenaikan pendapatan sebesar 11% YoY menjadi sebesar US$ 3,6 miliar (dari yang sebelumnya US$ 3,2 miliar. Hal ini tidak terlepas dari peningkatan rata-rata harga jual (Average Selling Price/ASP) batu bara Adaro sebesar 5% YoY menjadi US$ 61,5/ton.
Pada Selasa kemarin, harga batu bara Newcastle kontrak Maret kembali menguat sebesar 0,5% ke posisi US$ 95,05/metrik ton.
Namun, sejak awal tahun, harga batu bara dunia sudah tergerus sebesar 6,86%.
Kedua analis ini menilai salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya laba bersih Adaro tahun lalu adalah meningkatnya beban yang diakibatkan oleh peningkatan biaya produksi (sektor pertambangan batu bara).
Kurniawan memperkirakan biaya produksi di luar royalti pertambangan tahun 2018 bertambah sebesar 12% YoY menjadi US$ 27,8/ton. Selain itu, ada pula biaya non-operasional yang dikeluarkan sebagai biaya penurunan nilai sebesar US$ 111 juta terkait dengan akuisisi 80% saham tambang Kestrel di Australia.
Simak ulasan kinerja Adaro Energy.
[Gambas:Video CNBC]
(hps)
https://ift.tt/2T220aD
March 13, 2019 at 05:37PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Harga Batu Bara Minus 7% Ytd, Begini Nasib Saham Adaro Energy"
Post a Comment